Oleh Arsalin Aras
#15 Agustus 1545
#15 Agustus 2023
MAJENE wilayah yang dahulu merupakan bagian dari Afdeling Mandar sekaligus sebagai Ibukota (Ondeer Afdeling Majene, Staatblad No. 325/ 1916) di bawah Gubernemen Sulawesi atau “Gubernemen Groote Oost”, dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Selanjutnya, berdasarkan UU. No. 29/1952 sistem Afdeling kemudian dihapus, termasuk peristilahan Majene sebagai Ibukota Afdeling Mandar.
Majene yang kala itu juga dikenal memiliki satu kerajaan dalam persekutuan Kerajaan-kerajaan di pesisir pantai (Pitu Ba’bana Binanga), yakni Kerajaan Sendana yang dahulu dijadikan sebagai Indo’ (Ibu) berposisi sama dengan Kerajaan Balanipa dikenal sebagai Ama (Ayah).
Secara geografis, wilayah Majene memiliki panjang garis pantai sekitar 125 Km dari arah Selatan ke Utara, luas wilayah lautnya sekitar 1.000 Km persegi serta wilayah daratannya sekitar 947,84 Km persegi atau sekitar 5,6% dari luas Propinsi Sulawesi Barat. Terletak di pesisir barat Pulau Sulawesi yang berhadapan langsung dengan Selat Makassar dan Pulau Kalimantan.
Yang tampak indah memanjakan mata kala memandangnya kini di bawah nakhoda kepemimpinan Bapak H. Andi Ahmad Syukri Tammalele, SE.MM dan Bapak Arismunadar Kalma, S.STP. MM bertekad, “Mo sialossor bandangan, siasollor mata gayang, siasembe’ kondobulo, siapi’ bulang anna’ lita’, mua’ nitami balimbunganna Mara’dia siola se’ i ada’ “.
Majene sebagai kabupaten yang memiliki beragam kulturasi budaya dengan sejuta pesona dan potensi, kaya dialektika sosio-antropologis yang terbingkai indah dalam tatanan strukturisasi politik dan tata pemerintahan. Sebagai tekad mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang adil, bersih, tangguh dan amanah, semuanya itu terpadu utuh dalam keseharian masyarakat Majene dan pemerintahnya.
Ibarat melodi indah Pakkacaping mengiringi lantunan senandung “Wattu Timor di Pamboang” dengan tetap berpegang teguh pada prinsip “Pemerintah selaku Pelayan masyarakat … Mappikkirri Pa’banua allo-wongi, harang na mallekka lapurang”.
Gugusan indah wilayah Majene dalam untaian lautan dan keindahan pegunungannya, menyatu pada kisah heroik Kepahlawanan I Caco Ammana I Wewang. Sebagaimana tertulis dalam syair lagu nan melankolis bersejarah “To pole di Balitung” sebagai ungkapan kerinduan akan kembalinya Sang Pahlawan Ammana I Wewang dari pengasingannya selama 37 tahun di Bangka Belitung.
… sappe’ di aya di lolo’ bunga kodza” yang mampu menyatukan hati Pa’banua di Bumi Assamalewuang sebagaimana I Macan dari Banggae, I Naga dari Pamboang dan Cakkuriri dari Sendana nan berkibar tegar di puncak rasa.
Semoga dengan Hari Jadi Majene yang ke-478 ini, Pemimpin dan masyarakat Majene tetap kokoh “Me’ uwake’ Me’ulele’” bersatu dalam membangun Tanah Majene tercinta dengan tetap berpegang teguh pada penghormatan kebebasan berpendapat dan kemerdekaan dalam bersikap. Namun tetap pada bingkai dan tata aturan hukum dan Adat Istiadat guna merajut sutera sure’ syurgawi, bukan sekedar merajut Sautang.
Pun dengan tetap memegang kokoh Assamturuanna To Mandar “Mikke’de di atonganang, mippalengutti’ di assamaturuang na missulekka’ di ammesang”.
Dengan hari jadi Majene ini, diharapkan semakin meneguhkan pula kesiapan Pemerintah dan masyatakat Majene dalam mengawal dan menyukseskan Pemilu 2024 serta Pilkada Majene 2024 dalam balutan semangat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesis ke-78, Insya Allah.
Siandar sumombal, sibaliang mangguling …
Sikalulu’ mettettessi baya-baya …
Tannangi tulasi’ di waona sanggilang …
Na ri pettulungngi mambesoi baya-baya.
Mapaccing Ate, Mammesa Akkatta, Mappatumballe Lita’ Assamalewuang.
Selamat Hari Jadi Majene.
Lita’ mepasalili … Lita’ Assamelewuang yang ke-478 tahun 2023.
Sapoku, 10 Agustus 2023.