Seruling Khas Tandipura Menghipnotis di Literacy Camp III

Reporter : Karmila Bakri

Binuang,mandarnesia.com-Evoria sumpah pemuda menggema dibelahan Nusantara, ada banyak cara pemuda mengekspresikan momentum sakral ditanggal 28 Oktober 2019. Gabungan komunitas literasi bertajuk literacy camp III,merayakan dengan kemasan giat literasi. Meneguk sari pengetahuan lokal di Dusun Tandipura, Desa Kaleok, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polman 25-28 oktober 2019.

Melebur rasa kepemudaan di Dusun Tandipura, dimana masyarakatnya dihuni oleh mayoritas suku pattae. Ada khas lokalitas tersendiri, sejak awal pertama rombongan peserta literacy camp III, bau lokalitas budaya telah menjemput, dimana diperbatasan sebelum memasuki Dusun Tandipura, peserta dijemput dengan ritual mikkatabe’ masyarakat setempat yang dipandu oleh salah satu tetua kampung, sebutan ambe’ pun seketika mengakrabi lidah peserta.

“Ini adalah semacam ritual memberi pamit ketika orang baru masuk di daerah kami, dalam istilah lokalnya mikkatabe’ artinya meminta ijin terlebih dahulu sebelum masuk daerah Tandipura dengan simbol meletakkan telur ayam, nah ambe’ adalah salah satu tokoh adat di daerah kami, ” ungkap Amrin(25) selaku aparat Desa Kaleok.

Mobil jep putih yang ditumpangi rombongan peserta sejenak berhenti, rombongan turun dari mobil dan ikut melingkar, dimana ritual mikkatabe’ pun dilaksanakan dengan penuh khidmat.

Setiba di lokasi camp, para peserta antusias mendirikan tenda-tenda camp. Keramahan masyarakat Tandipura terasa bersahabat. Sejukkan hati sesejuk alam Tandipura yang subur, dan masih sangat terjaga keaslian alamnya.

Sabtu (26/10) para peserta jelajah kampung, bersosialisasi ke masyarakat dan sekolah Satap Kaleok. Malamnya digelar panggung kesenian. Masyarakat Tandipura tampil memainkan seruling, syahdu nian terdengar, menghipnotis para peserta camp.

Lebih memukau tampilan solo sang maenstro Ambe’ Nasir (60), memainkan seruling dengan nada beberapa lagu kebangsaan Indonesia, dipermanis lagi dengan sajian kawan cilik Raihan(13) menampilakan lagu daerah pattae buah karya dari ayahnya.

Penampilan komunitas pun menutup acara pementasan seni, sontak para peserta terkagum-kagum. Nada seruling yang dimainkan tidak sebatas merdu namun syarat akan nuansa lokalitas.

“Inilah seniman asli lokal, instrumen dipadankan dengan lagu kebangsaan dan lagu daerah, saya sangat kagum belum pernah menyaksikan pementasan seruling seperti ini, mulai dari orang tua sampai anak-anak tampil dalam satu panggung, merinding buluk kuduk. Bahagia dan bukan sekadar menghibur namun sarat makna, ” ungkap Rustam Fikar (21), selaku perwakilan dari Komunitas BAJU (Bajoe Maju).

Suasana malam pementasan larut dalam alunan seruling khas Tandipura, sarat makna dan harmonisasi begitu serasi menyatu dalam dingin sejuknya tanah Tandipura, Kaleok.

Acara pun ditutup dengan beberapa tampilan seni dari komunitas-komunitas, serta penyerahan donasi buku bacaan dan alqur’an dari peserta literacy camp kepada komunitas baca Tandipura yang baru terbentuk.

Minggu (27/10) kegiatan jelajah literasi, mengumpulkan adik-adik, bersama melingkar dan memantik semangat kolektifitas. Alhasil komunitas baca terbentuk lewat hasil rembuk bersama. Pembuatan rak buku pun dimulai dengan semangat bergotong royong.

Pukul 16.00 dilanjutkan dengan out bound, game-game menarik dikemas hingga peserta literasi dan adik-adik menyatu ikatan emosional, gelak tawa warga melingkar menonton aksi, riuh dan semakin bersahabat.

Malamnya pukul 20.00 dilanjutkan dengan pemutaran film edukasi, keramaian duduk menyaksikan dengan saksama. Kembali melebur tanpa sekat hingga suasana lokasi camp ramai bagaikan bioskop, namun ini bedanya karena alam turut merestui suasana. Dingin dan sesekali lolongan anjing, kicauan kucing dan taburan bintang malam semakin membuat suasana syahdu dan adem.

Keesokan harinya senin(28/10) digelar upacara sumpah pemuda, pembawa acara pun dipadukan dengan bahasa daerah pattae’ dan bahasa Indonesia. Kolaborasi antara peserta camp dan pihak sekolah SATAP Kaleok, mampu mensukseskan upacara sumpah pemuda.

Kepala sekolah SDN 047 Kaleok, didaulat sebagai pembina upacara, sementara petugas upacara lainnya dikolaborasikan dengan peserta literacy camp dan siswa-siswi, baik dari SMP SATAP Kaleok.

“apresiasi terhadap peserta literacy camp atas kegiatan produktif ini, sedianya memberikan ruang motivasi terhadap adik-adik kita di sekolah, dan berpengaruh terhadap lingkungan masyarakat, bangsa dan negara, ” ungkap Arifuddin(48) selaku kepala sekolah SDN 047 Kaleok, dimana menceritakan pula jejak sejarahnya sebagai volunteer saat beberapa tahun silam, menjelajah dari pelosok bersama organ kepemudaan.

Selesai upacara sumpah pemuda, dilanjutkan sekolah merdeka, menyambangi siswa-siswi SMP SATAP Kaleok, memberi penguatan motivasi dan berbagi bersama tentang pentingnya mencerdaskan nalar dan saling memanusiakan antar sesama. Belajar dengan riang gembira tanpa sekat.

Sekolah merdeka dikemas dengan gerakan dimanapun kita bisa belajar, selama ada kemauan pasti ada jalan. Akhirnya kemerdekaan makan siang pun terpenuhi, pihak sekolah menyediakan santap siang. Menu khas disana disebut lammang (beras ketan yang memakai media bambu yang dibakar). Rasanya empuk dan enak hingga rasa nambah senantiasa menggoda.

Literacy camp III edisi sumpah pemuda telah selesai, namun ini bukan sekadar momentum, peserta literacy camp telah bersepakat dengan pemuda Desa Kaleok dan semua element masyarakat tetap menindaklanjuti, secara bersama-sama, bergotong-royong mengembangkan komunitas baca Tandipura.

Selamat merayakan hari sumpah pemuda, literacy camp III dengan tema Literasi sebagai Semangat Pemuda dalam Melestarikan Karakter Lokal, telah selesai namun bukan sebagai akhir dari gerakan. Sebab fakta-fakta sosial telah mendidik, bagaimana gerakan literasi harus senantiasa disandingkan dengan realitas, bukan sekadar baca buku. Salam Pemuda!
Salam Literasi!