Simfoni di Bawah Guyuran Hujan, Kisah Sedekah Jumat Pekanan Mamuju

Laporan: Wahyu Santoso

MAMUJU di bawah kanvas langitnya sebuah kisah tentang ketulusan dan persaudaraan terukir indah dalam kepedulian. Jumat yang basah, 18 April 2025, menjadi saksi bisu bagi gelombang kebaikan yang tercurah di Dusun Salu Palado, Desa Saletto, Kecamatan Simboro, seperti ombak yang membawa harapan dan cinta-kasih.

Tiga puluh relawan, laksana gerilyawan yang menembus badai, perjalanan menuju Salu Palado dengan muatan kasih sayang tak terbatas. Lima puluh karung beras, bagai bulir-bulir harapan yang siap menyemai senyum di wajah yang membutuhkan. Empat puluh kotak kue Brownies Jamilah, manisnya kepedulian yang akan menghangatkan dinginnya hari, menjadi simbol kehangatan dan kasih sayang yang tak pernah pudar.

Mentari mulai merunduk malu di balik awan kelabu ketika jarum jam menunjuk pukul lima sore, seperti seorang penari yang menutup tirai panggungnya. Di tengah rinai yang semakin deras, semangat para relawan justru membara, seperti api yang tak pernah padam. Jalanan menurun yang licin dan curam tak menggetarkan langkah kaki mereka, karena dipersenjatai keberanian dan ketulusan.

Dengan hati-hati, namun penuh tekad, mereka menyusuri setiap sudut dusun, mengantarkan amanah kebaikan kepada saudara-saudara yang menanti, bak seorang ibu yang memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.

“Alhamdulillah, tiap pekan kami selalu mendapatkan donasi dari orang-orang baik setelah itu kami belanjakan berupa beras dan saat ini masuk ke pekan ke-345,” ujar Yogi, salah satu relawan yang turut serta dalam aksi mulia ini.

Kata-kata Yogi seolah menjadi penguat bahwa di balik setiap tetes hujan yang membasahi bumi, tersembunyi tetesan kebaikan yang tak pernah kering.

Bahtiar, relawan lainnya, menambahkan gambaran betapa terjalnya medan yang biasa mereka tempuh, seperti seorang penjelajah yang menaklukkan gunung yang tinggi.

“Biasanya rute yang paling terjal kami lalui, yaitu di Pakkaroang, Saletto. Kami berjalan kaki kurang lebih menempuh beberapa kilometer dari jalan yang dilalui kendaraan roda dua,” ungkapnya menggambarkan dedikasi yang luar biasa dalam menjalankan kegiatan kemanusiaan tersebut.

Kehangatan interaksi antara relawan dan warga Salu Palado mampu mengalahkan dinginnya cuaca, seperti sinar matahari yang menghangatkan bumi. Senyum tulus terpancar dari wajah-wajah yang menerima uluran tangan, sebuah ungkapan terima kasih yang tak ternilai harganya.

Tepat pukul setengah tujuh malam, ketika rembulan mulai mengintip di antara celah awan, rombongan relawan kembali ke titik kumpul di Kapten Juz Mamuju, seperti seorang penari yang menutup tirai panggungnya dengan gemilang. Rasa syukur dan kelelahan bercampur menjadi satu, namun kepuasan batin terpancar jelas dari setiap raut wajah. Sebuah misi kemanusiaan telah tersampaikan dengan sempurna.

Kisah Sedekah Jumat Pekanan di Mamuju ini bukan sekadar catatan tentang pembagian bantuan. Lebih dari itu, ini adalah simfoni tentang kebersamaan, kebaikan dam bagaimana hati yang terpanggil untuk berbagi mampu menciptakan keajaiban, bahkan di tengah tantangan alam yang menghadang.

Kiranya, jejak kebaikan yang mereka tinggalkan di Salu Palado dapat menjadi suluh yang menerangi hati masyarakat lainnya, seperti bintang yang menerangi langit malam. Semoga semangat berbagi dan solidaritas ini terus bersemi dan mewangi di bumi Manakarra, menginspirasi lebih banyak lagi tangan untuk mengulur dan hati untuk memberi. (*)