Dari Bumi Manakarra, Struktur DI/TII Terbentuk

Dokumentasi Pasukan Operasi Kilat 1964 (Koleksi Kaimuddin, 2018 Jakarta)
Dokumentasi Pasukan Operasi Kilat 1964 (Koleksi Kaimuddin, 2018 Jakarta)

FPRT (Front Pembebasan Rakyat Tertindas) | Narasi Perjuangan Yang Tersobek | Bagian 6

Catatan Muhammad Munir

Penulisan tentang sejarah pergolakan di Mandar selama ini, khususnya tentang DI/TII dan Bn. 710 di Mandar, kita hanya disuguhi bacaan tentang Andi Selle Mattola dan Sunusi Tande. Padahal gerakan ini sejak awal telah merambah ke berbagai wilayah mulai dari Palopo, Toraja, Mamasa, Kalumpang dan sampai ke Mamuju. Pengaruh Kahar Muzakkar di bagian barat pulau Sulawesi ini memang sangat besar. Majene, Balanipa dan Polewali hanya bagian kecil dari wilayah ini yang menyisakan cerita kelam dari sebuah ambisi yang kebablasan. Bisa dimengerti, sebab kekecewaan Kahar Muzakkar memang sangat besar terhadap para fonding father bangsa ini. Sepak terjang DI/TII kian menjadi ketika Andi Selle Mattola dan pasukannya ditugaskan di Mandar. Andi Selle justru menjalin hubungan kerjasama dengan Kahar Muzakkar untuk melawan NKRI.

Keberadaan DI/TII di Bumi Manakarra Mamuju memang sangat minim. Penulis sendiri dalam berbagai penelusuran sejak tahun 2017 tidak pernah menemukan bacaan tentang sejarah pergolakan di daerah ini. Nanti pada tahun 2019, penulis akhirnya menemukan seorang sosok anak muda bernama Aco Fikram, S yang berani menjadikan DI/TII dalam penyelesaian studi S1-nya di UIN Alauddin Makassar. Penulis lalu mengajaknya bergabung dalam program penulisan Diaspora Islam di Mandar Dari Jaringan Kultural Hingga Hegemoni (Abad XVI-XXI). Program yang penulis ampuh ini merupakan kerjasama dengan Puslitbang Kementerian Agama Republik Indonesia ketika Dr. Muhammad Zein menjadi Kapus disana. Aco Fikram memilih sejarah pergolakan DI/TII di Mamuju sebagai tema penulisannya. Sangat memuaskan, sebab tulisan tersebut menambah khasanah pengetahuan terkait DI/TII di Mamuju. Terlebih, ia berhasil mewawacarai beberapa pelaku utama DI/TII Mamuju dikomparasi dengan literatur Arsip Propinsi Sulawesi (Rahasia) 1946-1960, “Laporan/Warta Politik tahun 1951-1957 dari Daerah Mandar: Laporan Politik Daerah Mandar Bulan November tahun 1955”, No. 233.

Sebelumnya, penulis juga mendapatkan kumpulan tulisan yang dimuat di blog pribadi Albert Allo, S.Pd., seorang penulis yang memiliki banyak data tentang sejarah dari Bumi Kondosapata, Uwai Sapaleleang. Dari kedua sosok inilah akhirnya pada tahun 2021, penulis kembali melanjutkan penelusuran tentang zaman pergolakan di Mandar. Cukup fantastis, sebab keluarga MT. Rachmat, (Wonomulyo); M. Saleh Bhakti; M. Idris Daeng Baso; H. Jere (Campalagian); Ahmad Abadi (Parapa Mapilli); H. Abd. Latif Sulaiman (Jayapura-Papua); Suradi Sutardjo (Wonomulyo) ditambah Kaimuddin (Jakarta Pusat); Abd. Latief Saragian (Cilegon Banten) menyimpan banyak arsip dan dokumen penting terkait Front Pembebasan Rakayat Tertindas dan operasi kilat pada tahun 1964. Dari sejumlh arsip dan dokumen penting itulah akhirnya penulis memberanikan diri untuk mempublis tulisan ini ke media. Tujuannya tentu bukan bermaksud menggurui, melainkan mengajak para pembaca untuk membangun diskusi yang lebih ilmiah dan valid.

Untuk edisi ini, penulis menurunkan informasi tentang jejak DI/TII di kawasan Mamuju yang kini terpecah menjadi tiga kabupaten yakni Mamuju, Mamuju Tengah dan Pasangkayu. Aco Fikram, S menulis bahwa gerakan DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar ini dibentuk pada tahun 1954 di Desa Pangalloang, Distrik (Kecamatan) Sampaga, Kewedanan (Kabupaten) Mamuju (sekarang Mamuju Tengah). Rapat pembentukan struktur tersebut berlangsung selama dua hari. Beberapa hari setelah pembentukannya, para pasukan TII kemudian melakukan perjalanan ke Mamuju Kota. Setibanya di Kampung Kabuloang Distrik Kalukku, terjadi penambahan anggota yang lumayan banyak. Posisi Kampung Kabuloang berada di arah selatan dari Kampung Pangalloang dengan jarak sekitar 20 km.

Hasan Lakallu’ sebagai Komandan Resimen III, bertanggung jawab langsung kepada Kahar Mudzakkar sebagai Panglima Divisi (Hasanuddin). Lakallu’ sendiri adalah orang Bugis asal Bone. Dikisahkan Muh. Jamal, selaku Komandan Peleton IV, bahwa ia pernah diberi senjata pribadi jenis 95 (Arisaka 95 Jepang-pen) oleh Lakallu’. Pemberian tersebut merupakan sikap apresiatif atas keberaniannya bersama seorang anggotanya yang bernama Pua’ Dara ketika berhasil menangkap salah seorang pasukan TNI dari Bn. 710 (Muh. Jamal alias Alitong, 2018). Dibawah Lakallu’ ialah Kapten Mansur, Ia asli Mamuju. Mansur merupakan salah satu orang DI/TII yang cukup berpengaruh di Mamuju. Ia menyandang status sebagai Komandan Batalion IV.