Memikat Minat Pemilih di 2019

Memikat Minat Pemilih di 2019 -

Oleh Adi Arwan Alimin
(Komisioner KPU Provinsi Sulbar)

SISWA lahir di abad 21, guru lahir di abad 19, sedang prasarana dari abad 18. Adagium ini perlu direnungkan. Pada diskusi literasi tentang strategi masa depan Majene sebagai Kota Pendidikan, Sabtu (7/4) malam, di area Mapolres, penulis juga menyampaikan demikian. Sukat yang memerlukan timbangan sama dalam hari-hari merebut hati pemilih menuju Pemilu 2019.

Tidak hanya bagi penyelenggara Pemilu, tapi juga untuk peserta Pemilu yang akan berkontestasi. Bagaimana cara memikat minat pemilih untuk tetap berbondong-bondong datang ke tempat pemungutan suara, seperti apa metode agar hak pilih mereka tetap dapat disalurkan dengan baik dan sesuai kaidah. Selain penyelenggara, sekali lagi, kontestan pun penting memaknai hal ini.

Jika KPU secara teknis memerlukan pemilih hadir di TPS dalam dua aspek penting: kuantitas dan kualitas, maka peserta Pemilu membutuhkan partisipasi sebagai gelombang mobilisasi untuk memenangkan suara mereka dalam takaran yang relatif seimbang.

Pemilu 2019 seolah sebagai genre tersendiri dalam menghadapi kehadiran pemilih yang lima tahun lalu, di 2014 masih calon pemula. Kini jumlah mereka sangat signifikan. Siklus lima tahunan ini pun diwarnai proses dan gejala sosial yang berubah demikian cepat. Pemilih pemula, atau pemilih muda mesti dijangkau dengan pendekatan yang lebih milenial.

Pemilih pemula, dan muda adalah mereka yang pada Pemilu 2019 berumur minimal 17 tahun, dan maksimal 22 tahun. Pemilih yang berusia 17 tahun pada 2019, berarti mereka yang lahir pada tahun 2002, dan yang 22 tahun lahir tahun 1997. Pemilih pemula dan muda relatif tidak merasakan tekanan politik yang pernah mengemuka hingga akhir era 1998. Konteks reformasi mereka dapatkan dalam insert yang berbeda.

Jika mereka adalah pembaca atau peminat konteks perubahan ketatanegaraan dan wacana demokrasi republik ini dari tahun 1965 sampai 1998, secara serius misalnya, mereka tentu akan dapat tenggelam dalam dinamika pemikiran yang selaras dengan para punggawa peserta Pemilu saat ini. Itu terjadi bila mereka serius menyimak, namun bila ternyata mereka bagian dari milenial yang tak tertarik dialetika, simaklah sitat ini sebagai variabel penting. Maping mobilisasi pemilih yang menjadi domain kontestan dan partisipasi pemilih yang menyita perhatian serius penyelenggara akan sangat dinamis.

Membidik pemilih pemula, dan muda pada Pemilu 2019 sangat urgen sejak saat ini.  Direktur Program Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Sirajudin Abbas mengingatkan, partai-partai politik untuk membidik pemilih muda pada Pemilu 2019 karena jumlahnya mayoritas. (Republika.co.id akses 8/4/2018).

Momentum tahun depan itu masih memberi ruang yang cukup. Jumlah pemilih berusia 17-38 tahun yang mayoritas di Pemilu 2019 dipastikan akan mampu mengubah peta perolehan suara peserta Pemilu. Sistem demokrasi yang makin baik, dan tata kelola administrasi penyelengaraan Pemilu yang makin canggih saat ini, sebutlah Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) KPU RI sedang tumbuh dan beriringan berkembangnya minat dan karakter pemilih yang ikut berubah.

Pemilih berusia muda, kata Sirajuddin, lebih melek teknologi sehingga lebih banyak mengakses informasi soal calon pemimpin melalui teknologi digital. Partai politik, dan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung partai politik, harus makin merakyat dan sanggup membaca karakter pemilih di margin itu. Teks ini juga mengenai kepentingan penyelenggara Pemilu untuk penyadaran dan partisipasi.

Salah satu ciri penting dari pemilih pemula atau pemilih muda, yakni sikap kritis mereka. Pasar keterpilihan di tengah kaum muda tampaknya membutuhkan lebih banyak persiapan, momentum April 2019 memang masih merentang ruang lapang. Memikat minat, atau membujuk pemilih mula dan muda membutuhkan cara membidik dengan visir yang presisi. Ini hajatan yang tak main-main.

“Jika Anda akan mewakili saya, Anda harus tahu apa yang penting bagi saya.” Kira-kira demikian suara milenial yang selaras dengan lead catatan ini.

Milenial kita datang dalam periode peningkatan ketersediaan informasi dan luasnya kustomisasi barang dan jasa yang serba cepat. Pengalaman telah membawa mereka ke pandangan dunia yang berbeda, fun, mungkin juga unik, termasuk dalam politik.
(*)

Galung Lombok, 8 April 2018

Ilustrasi : sinarnusa.com