Reporter : Busriadi Bustamin
MAMUJU,Mandarnesia.com-Syarifuddin Mandegar selaku Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai, aksi demo mahasiswa di pelbagai daerah di Indonesia, takkan terulang seperti tahun 1998 silam.
“Beberapa orang yang mengangkat bahwa semangat sembilan delapan akan kembali pada tahun 2019 ini. Tapi sesuai hasil analisa saya, visi perjuangan dalam setiap momentum selalu berubah. Karena terkait perkembangan zaman dan terkait informasi yang diterima,” kata Syarifuddin, saat menjadi pemateri dalam Dialog Forum Pembaruan Kebangsaan (FKP) Sulbar, tentang prokontra RKUHP dan RUU KPK di salah satu warkop di Mamuju, Kamis (2692019).
Menurutnya, sembilan delapan semangatnya adalah semua jalur hukum, peluang melakukan revisi, peluang masyarakat mencari keadilan semuanya tertutup.
“Di Mahkamah Konstitusi di Mahkamah Agung dan lain sebagainya. Kedua, tahun 1988 terjadi krisis ekonomi. Semangatnya di situ,” ujarnya.
Kemudian, terjadi mosi tidak percaya pada orde baru yang dipimpin oleh Soeharto selaku kepala negara.
“Kemudian masyarakat bergerak bersama mahasiswa. Visi itu kemudian tertuang dalam reformasi yang kita nikmati sekarang ini,” katanya.
Jadi semangat itulah yang mencoba membuka diri dengan adanya polemik RKUHP dan RUU KPK.
“Jadi melihat visinya melihat indikator-indikator yang mempengaruhi terjadinya aksi seperti itu, saya kira tidak sampai di situ. Fokusnya adalah (demo saat ini) menolak seluruh hasil rancangan perundang-undangan,” jelas Syarifuddin.
Ketua FKP Sulbar Nanang Wahidin menjelaskan, tujuan dari kegiatan untuk menjawab keresahan sosial di tengah-tengah masyarakat.
“Jangan sampai persoalan RKUHP dan RUU KPK menjadi peta konflik dan menjadi pemicu keretakan di tengah-tengah masyarakat,” kata Nanang.
Ketfot : Syarifuddin (kiri) sedang memegang mikrofon saat menjadi narasumber dialog prokontra RKUHP dan RUU KPK, salah satu warkop di Mamuju/Busriadi Bustamin