Reporter : Karmila Bakri
Polewali, mandarnesia.com-Penjuru tanah air dipenuhi aksi massa, demonstrasi di mana-mana. Negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Sah-sah saja jika hak-hak rakyat disuarakan di jalanan, bukan berarti dialog dengan pemangku kebijakan dianggap tabu.
Gelora aksi massa pun menggaung si Merah (22) ikut ambil bagian, sepagi tadi (25/9) bergegas menyiapkan energi. Sempatkan sedetik memoles bibirnya dengan lipstik merah. Tepat pukul 10.00 Wita massa berkumpul di titik pertama.
Demosntran perempuan ini bernama lengkap Nurlia (22), berstatus mahasiswa IAI DDI Polman, aktif di komunitas seni, beberapa lembaga pun dia tempati berkecimpung dan juga merupakan salah satu pegiat literasi di kabupaten Polewali Mandar.
Terik mentari menyemangati para demonstran. Nampak si Merah sigap melangkah dan melangitkan semburan kata-kata ajakan. Ada berapa banyak si Merah yang berani turun ke jalan berorasi, meneriakkan berbagai tuntutan. Perempuan – perempuan merah telah berani mengambil barisan, mengepalkan tangan kiri kanan teriak keadilan. Hal ini menandakan bahwa perempuan juga punya hak suara.
Si Merah tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Polewali Mandar (AMPM). Ada empat RUU yang ditolak karena tidak Pro rakyat yaitu RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan RUU KPK, dan satunya lagi mendesak agar segera disahkan oleh pihak DPR, yaitu RUU PKS.
Di sela terik matahari membakar, berjejal ratusan mahasiswa, Si Merah pun semakin menyalakan api semangatnya. Sebab meredup bukanlah karakter mahasiswa, sebab mahasiswa adalah agent of change.
Si Merah dan kawan-kawan AMPM, tak gentar teriak hingga urat leher meregang. Rasa was-was tak luput mewarnai, jika ada penyusup dibarisan massa. Aksi pun diwanti-wanti ditunggangi meskipun gonjang-ganjing, yah ada-ada saja dinamika demonstrasi.
“Tujuan dan alasan kami turun tentu tidak terlepas dari kepentingan rakyat, karena dari keempat RUU dianggap tidak Pro rakyat malah memberikan batasan dan sifatnya menindas terhadap rakyat” ungkap si Merah sembari merapatkan sedikit bibir merahnya di tepi gelas aqua yang sesekali ditelan menghilangkan dahaga.
Perjuangan massa membuahkan hasil dimana DPRD menyetujui, dan akan meneruskan ke pusat.
“DPRD mendukung gerakan yang kami lakukan dan telah membuat rekomendasi yang akan di kirim ke pusat, isinya adalah menyetujui tuntutan yang disampaikan Mahasiswa, ” tutup si Merah yang usai menumpahkan keringatnya diantara ratusan kawan-kawan mahasiswa.
Panjang umur perjuangan rakyat, di Nusantara ini telah banyak kita jumpai Si Merah, bukan sekadar duduk manis mengejar IPK tinggi, namun lebih memperlihatkan nyala gerakan sebagai agent of change.
Tetaplah lantangkan suara-suara demokrasi, melangitkan kecaman. Ratapan ibu pertiwi membuncah. Indonesiaku, kornea mata mencair basahi tanah air ini bukan intrik lagu politis. Anak cucu tidak mau tahu, sebab ada juang utuh tanpa warna. Merah putihku telah berakar bukan halusinasi semu. Seikat syair mengusap peluh keringat si Merah, tanda bahwa perjuangan hari ini penting untuk di kawal.
Si Merah bukan untuk ditunggangi apalagi menunggangi, sebab nuraninya berkata aku turun ke jalan atas dasar nurani bukan karena urusan kepentingan politik kekuasaan. Si Merah membela kaumnya “Korban kekerasan seksual harus dipayungi dengan payung hukum”. Sisa-sisa jejak telah usai hingga esok menanti bukti, bukan halusinasi semu. Merah tetaplah menjadi Si Merah jangan menjadi abu-abu.
Pada persimpangan jalan dua pemuda menyambangi si Merah, satu menghadiahkan tepuk tangan dan satu nya lagi memberinya olokan, Si Merah aksimu kendor syarat muatan kepentingan, dan ditunggangi.
Si Merah menyerumput kopi di kedai milik pensiunan sekolah, si pemilik warung berkata ” Nak, negara sedang baik-baik saja, hanya butuh sedikit daya kritis, kenalilah lawan dan musuh, agar suaramu tidak sebatas berakhir di bibir meghaphone itu, nak teruslah belajar, nyalakan merahmu, tajamkan nalar dan beningkan hati, “.