Oleh : Karmila Bakri (Ketua Yayasan Anak Lontara Nusantara)
Literasi bukan sekadar mengajarkan abjad, mengajak membaca, bukan pula sebatas menyalurkan donasi buku lalu selesai. Literasi adalah istilah yang kerap akrab di kupingku. Mampukah literasi menjawab keresahan sosial? Mampukah literasi menjawab jeritan di pelosok yang masih jauh dari kata “merdeka”?
Menjamurnya taman baca dari kota ke desa, baik bentukan pemerintah maupun bentukan komunitas. Hal ini menjadi ajang popularitas dan bisa pula menjadi ajang penguatan jika dibenahi dengan sentuhan produktif. Sesekali kusaksikan eforia di media sosial, akses pendidikan masih saja menjadi perbincangan hangat.
Aku tak akan menyinggung soal seefektif apa ketika kita selalu gonta-ganti kurikulum, sebab bagiku kurikulum yang baik itu adalah menjawab keresahan bukan sekadar di ruang lingkup pendidikan tapi harus mampu menjawab keresahan sosial.
Balutan brand literacy camp adalah jembatan menyatukan segala karakter komunitas, bercampur baur, hingga kekocakan dan kejeniusan individu muncul dengan segala jurus unik nan eksotik, maklum kami berasal dari rahim komunitas yang berbeda-beda.
Aku berbaur dengan kawan-kawan dari berbagai latar belakang, yah bisa jadi pula ukuran berat badan, dan ukuran hidung yang berbeda-beda, mempengaruhi isi otak dan kreativitas kami hingga beragam dan asyik.
Kawan-kawan literacy camp telah menaruh janji, sebulan sekali akan berkunjung kembali, nah seketika tersentak semangat, group WA pun ramai memantik semangat.
“Ayo kapan kita penuhi janji ini sudah sebulan lebih berlalu, ayo kawan kita memesrai generasi cilik di Dusun Tandipura, Desa Kaleok, ingat kita bukan politisi yang terkadang abaikan janji, hehee maaf sedikit meracau pikiranku” Celotehku dikomentar group WA
Tidak semua politisi abaikan janji, mungkin ada tapi hanya segelintir saja. Ahh sudah lupakan sejenak yang berbau politis. Toh politisi juga manusia, tapi kalau ada oknum politisi tak berhati manusiawi, hemmm jauh-jauh sana karena gerakan literasi tidak untuk dipolitisasi, apatah lagi dijadikan produk kampanye.
Pantauan ajakan lewat group WA, satu, dua dan tiga kawan mulai menyatakan diri siap berpetualang. Ada Chakai, Umar, dan Mila. Satu persatu kawan pun menyampaikan maaf karena ada yang masih terbaring sakit.
Kawan-kawan pun ada yang sibuk kuliah, ada yang ingin ikut tapi terkendala di kendaraan, maklum medan yang akan dituju lumayan wow, jauh dan sudah dipastikan akses jalan menantang sebab musim hujan.
Di titik kumpul,kami menunggu sampai berjam-jam, dan sudah dipastikan semesta mentakdirkan kami bertiga dan ternyata ada tambahan warga baru namanya Dedi, namun lebih senang disapa bang Ded.
“Bang ded yakin ya, mau ikut dengan kami, medannya lumayan menantang” ucapku sekadar ingin ngukur sejauh mana Bang Ded punya semangat.
“Sebenarnya dua pilihan, antara mau ke kampus atau ikut sama kawan-kawan berliterasi, tapi kayanya hatiku lebih memilih touring bersama literacy camp ” balas Bang Ded penuh canda.
Langsung saja kami berempat eksekusi, untuk segera berangkat, tepat pukul 14.00 Wita, di Kantor Pattae.Com kami star. Mengendarai motor menukik tanjakan dan sungai-sungai kecil, lembah dan jurang menjadi saksi perjalanan.
Akses jalan semakin memacu adrenalin, sesekali kami harus turun dan berjalan kaki, mendorong motor saat ban motor sudah terselimuti lumpur dan tertelan gundukan tanah. Pakaian di badan sudah berhiaskan lumpur.
Imajinasiku liar seketika, disela nafas ngos-ngosan berjalan sebab kendaraan motor kami didorong, ban motor sudah tidak mampu keluar dari lubang jalan nampak lumpur melilit kuat.
“Sungguh warga Desa Kaleok belum menikmati kemerdekaan, tetesan keringat bercampur sedih, bagaimana kami ini yang hanya berkunjung sekali sebulan, membayangkan aktivitas warga membawa hasil pertaniannya ke Kota, adik-adik berjalan kaki menuju sekolah, warga yang sakit ketika dirujuk ke puskesmas harus menempuh berkilo-kilo jarak, hanya dengan menggunakan tandu, sarung dibalut dengan bambu, lalu digotong, “. Gumamku dalam hati sembari menyaksikan perjuangan kawan-kawan menaklukkan jalan.
Empat jam titik tempuh, motor kawan pun sesering mungkin knalpot dan mesin berasap, lelah. Jangan ditanya lelahnya kami, pastilah lelah namun lelahnya asyik sebab raut wajah generasi kaleok senantiasa memantik semangat kami, harus bertemu, menyambut senyum dan pelukan mereka. Disinilah aku yakin dahsyatnya kekuatan pikiran memantik.
Gerakan follow up literacy camp zona Desa Kaleok 19-20 Januari 2020. Satu tekad kuat cerdas bersama dengan mengokohkan semangat gotong-royong, kolaborasi tulus penuh cinta dan juang, menuai benih-benih perubahan sejak usia anak. Selama dua hari kami melingkar bersama adik-adik di Dusun Tandipura, menyalurkan donasi buku, dan mendengarkan cerita mereka.
Bergeraklah sebab akar revolusi berawal dari desa. Kami percaya hukum gravitasi alam akan merestui segala cita-cita kawan cilik Roaka’ Baca Kaleok, sebagaimana arti Roaka’ adalah akar pohon yang akan kuat menumbuhkan pohon peradaban untuk bangsa.
Membaca alam mengantarkan kita mengenali siapa diri, petualangan tidak sebatas meninggalkan tapak kaki, hingga berhasil mengarungi lembah, sungai, dan menukik gunung, sebab titik puncak petualangan berjalan kedalam diri, hingga merasakan sudah pantaskah diri ini disebut manusia?
Berhasilkah kita menaklukkan kesombongan yang menggunung? ataukah kita hanya berjalan tanpa arah dan hanya meneteskan keringat ke tanah leluhur.
Roaka’ baca kaleok tetaplah mengakar, meski engkau belum bisa merasakan kemerdekaan menikmati akses jalan, raungan duka dan keluh bertengger di telinga kami, diujung kata pamit ada pesan.
“kak kami ingin jalanan diperbaiki, agar guru-guru kami di sekolah bisa datang mengajar, sebab jika hujan turun sudah dipastikan guru-guru kami yang berada di kota tidak bisa lagi datang mendidik kami, hasil kebun petani yang akan diangkut ke kota juga terkendala,” ungkap Irawati remaja gadis tangguh.
“Apalagi jika ada keluarga kami yang sakit harus ditandu dan digotong memakai bambu dan kain sarung, sebab akses jalan tidak mendukung, kakak-kakak literasi juga tidak harus setengah mati lagi menempuh berjam-jam untuk tiba disini” bisik Irawati disela dekapan memelukku diujung perpisahan, Irawati ini selaku ketua Roaka’ Baca Kaleok, juga berstatus sebagai siswa di SMP SATAP Kaleok.
Tetaplah tangguh kawan-kawan hebat Roaka’ Baca Kaleok, jadikanlah buku-buku sebagai pengganti raga kami dan guru-guru kalian yang tidak sempat hadir, jangan pernah lelah menajamkan nalar dan hati, tunggu kami bulan depan dengan cinta dan tawa akan kembali kita bersua, belajar dan bermain bersama.