Mengungkap Pusat Peradaban Balanipa – Sendana (Bag. 1)

Muhammad Amir, seorang peneliti ahli dari Lembaga BRIN (dulu di Balai Pelestarian dan Nilai Budaya) Makassar bersama sejumlah peneliti ahli lainnya yakni  Abdul Asis, S.S., M.Pd.; Drs. Bahtiar.; Muhammad Dachlan, SE., M.Pd., Drs. Budianto Hakim; Tini Suryaningsi, S.Sos., M.Si.; Dr. Rosmawati, S.S., M.Si., Ketujuh peneliti ahli ini dibantu oleh dua orang mahasiswa arkeologi Unhas (Ian dan Ifa) serta Anto (driver). Kegiatan ini juga melibatkan sejumlah pemerhati budaya dan sejarah antara lain Tammalele (Budayawan Mandar), Supriadi (Guru Sejarah), Fahmi Jadel (ASN di Disbudpar Majene) dan Muhammad Munir (penulis).    

-Penguatan Identitas, Kebhinekaan dan Kemaritiman Mandar- 

Selamat Datang di Belantara Peradaban Mandar (Bagian 1)

 Reportase: Muhammad Munir

 

TULISAN ini merupakan bentuk reportase saya mengikuti semua rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh para peneliti dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

Untuk diketahui, BRIN adalah Lembaga yang didirikan oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional yang bertugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang teritegrasi.

Di dalam menjalankan tugas tersebut, BRIN awalnya menjadi satu kesatuan dengan kemeterian Riset dan Teknologi (Kemenristek), namun dalam perjalanannya Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 pada tanggal 5 Mei 2021.

BRIN kemudian menjadi satu-satunya badan penelitian nasional yang menghimpun semua potensi yang ada di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), BATAB (Badan Tenaga Nuklir Nasional), LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional),

Mereka melakukan penelitian dari tanggal 7-19 Oktober 2022. Tahun ini menempatkan Kerajaan Balanipa dan Sendana sebagai obyek penelitian dengan tema Mengungkap Pusat Amara’diang di Pitu Ba’bana Binanga, Penguatan Identitas, Kebhinnekaan dan Kemaritiman Mandar. Kedepan, program ini akan merambah ke wilayah Kerajaan Banggae, Pamboang, Tappalang, Mamuju dan Binuang. Tulisan ini akan dimuat bersambung dalam bentuk reportase berbagai aktifitas yang dilakukan selama berada di lapangan, mulai dari penelusuran, wawancara, diskusi dan Test Pit (Ekskavasi) di beberapa titik lokasi di wilayah Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene atau di wilayah Kerajaan Balanipa dan Kerajaan Sendana.

Kegiatan ini diampu oleh Muhammad Amir, seorang peneliti ahli dari Lembaga BRIN (dulu di Balai Pelestarian dan Nilai Budaya) Makassar bersama sejumlah peneliti ahli lainnya yakni  Abdul Asis, S.S., M.Pd.; Drs. Bahtiar.; Muhammad Dachlan, SE., M.Pd., Drs. Budianto Hakim; Tini Suryaningsi, S.Sos., M.Si.; Dr. Rosmawati, S.S., M.Si., Ketujuh peneliti ahli ini dibantu oleh dua orang mahasiswa arkeologi Unhas (Ian dan Ifa) serta Anto (driver). Kegiatan ini juga melibatkan sejumlah pemerhati budaya dan sejarah antara lain Tammalele (Budayawan Mandar), Supriadi (Guru Sejarah), Fahmi Jadel (ASN di Disbudpar Majene) dan Muhammad Munir (penulis).    

Selama sepuluh hari di Mandar, sejumlah Tim BRIN ini menginap di Davina Hotel Majene. Dari sini, mereka menyasar berbagai situs dan perkampungan tua di Mandar mulai dari wilayah Kerajaan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar yakni Makam I Manyambungi Todilaling di Lapuang Napo, Napo Saleko di Desa Napo (Kecamatan Limboro); Napo Buyung di Lingkungan Pandebulawang Kelurahan Balanipa; Buttu Laiyya, Kompleks Makam Galetto di Desa Tammangalle (Kecamatan Balanipa); Pelabuhan Tua Galetto di Desa Karama; Pelabuhan Napo dan Masjid Kerajaan Balanipa di Desa Tangnga-Tangnga (Kecamatan Tinambung); dengan melakukan Test Pit di dua titik yakni di Situs Buyng Lingkunagn Pandebulawang dan Situs Buttu Laiyya Desa Tammangalle.

Muhammad Amir, seorang peneliti ahli dari Lembaga BRIN (dulu di Balai Pelestarian dan Nilai Budaya) Makassar bersama sejumlah peneliti ahli lainnya yakni  Abdul Asis, S.S., M.Pd.; Drs. Bahtiar.; Muhammad Dachlan, SE., M.Pd., Drs. Budianto Hakim; Tini Suryaningsi, S.Sos., M.Si.; Dr. Rosmawati, S.S., M.Si., Ketujuh peneliti ahli ini dibantu oleh dua orang mahasiswa arkeologi Unhas (Ian dan Ifa) serta Anto (driver). Kegiatan ini juga melibatkan sejumlah pemerhati budaya dan sejarah antara lain Tammalele (Budayawan Mandar), Supriadi (Guru Sejarah), Fahmi Jadel (ASN di Disbudpar Majene) dan Muhammad Munir (penulis).    
Muhammad Amir, seorang peneliti ahli dari Lembaga BRIN (dulu di Balai Pelestarian dan Nilai Budaya) Makassar bersama sejumlah peneliti ahli lainnya yakni  Abdul Asis, S.S., M.Pd.; Drs. Bahtiar.; Muhammad Dachlan, SE., M.Pd., Drs. Budianto Hakim; Tini Suryaningsi, S.Sos., M.Si.; Dr. Rosmawati, S.S., M.Si., Ketujuh peneliti ahli ini dibantu oleh dua orang mahasiswa arkeologi Unhas (Ian dan Ifa) serta Anto (driver). Kegiatan ini juga melibatkan sejumlah pemerhati budaya dan sejarah antara lain Tammalele (Budayawan Mandar), Supriadi (Guru Sejarah), Fahmi Jadel (ASN di Disbudpar Majene) dan Muhammad Munir (penulis).    

Adapun di wilayah Kerajaan Sendana Kabupaten Majene, mereka melakukan sejumlah penelusuran di berbagai titik lokasi mulai dari Sa’adawang Buttu Suso, Desa Putta’da sampai ke wilayah pantai di Podang Desa Banua Sendana, termasuk di situs pelabuhan dan bukit Palipi. Demikian juga situs batu battayang di Desa Banua Sendana dan area wisata kuliner Tui-tuing di Somba. Untuk wilayah Kerajaan Sendana, tim ini berhasi melaksanakan Test Pit di Podang yang terletak diantara dua pemakaman tua yakni Kompleks Pemakaman I Pura Para’bue dan Kompleks Pemakaman Raja-Raja Sendana.

Dari kedua wilayah kerajaan ini, para tim berhasil menginventarisasi situs pemakaman dan mengidentifikasi perkampungan tua melalui Test Pit dan sejumlah temuan berupa fargmen keramik, fragmen gerabah berhias, Fragmen Tembikar, Fragmen Kerang laut dan darat, pecahan besi dan bekas galian liar pada sejumlah situs. Untuk wilayah kerajaan Balanipa berhasil ditemukan fragmen keramik Disnasti Yuan, Ming di Cina serta Eropa dan Vietnam. Termasuk gerabah berhias, kerang dan pecahan besi serta beberapa bekas galian liar. Sementara dari wilayah Kerajaan Sendana berhasil ditemukan fragmen keramik dinasti Yuan, Ming, Eropa dan Vietnam; Termasuk fragmen tembikar, gerabah, kerang laut dan darat serta sejumlah bekas galian liar pada sejumlah situs terutama di Sa’dawang Desa Putta’da dan di Kompleks Pemakaman Raja-Raja Sendana.

Fakta-fakta diatas bisa disandingkan dengan hasil analisis frekuensi temuan 214 fragmen keramik dari 11 situs arkeologi di Majene yang menunjukkan berbagai negara asal dan dinasti yang berbeda. Sebagaimana dirilis oleh Hasanuddin (2017), pada situs Syekh Abd. Mannan terdapat 6 temuan keramik klasifikasi Ming (abad 15-16), Qing (abad 17-18) sebanyak 3 buah, Eropa (abad 18) sebanyak 2 buah, Jepang (abad 19) sebanyak 2 buah dan Annamese Vietnam (abad 13) sebanyak 1 buah. Di Pelabuhan Pamboang Desa Lalang Panua terdapat temuan keramik klasifikasi Ming sebanyak 13 buah, Qing sebanyak 2 buah, Eropa sebanyak 4 buah dan Stoneware (abad 16) sebanyak 1 buah.

Demikian juga di Puncak Bukit Ka’ba Buttu Ujung Tande terdapat temuan keramik klasifikasi Ming sebanyak 31 buah, Eropa sebanyak 2 buah, Sawankhalok (abad 14-16) sebanyak 2 buah dan Qing sebanyak 3 buah. Pada lereng sisi utara Buttu Ujung juga ditemukan Stoneware sebanyak 1 buah dan di sisi selatan terdapat temuan keramik klasifikasi Qing sebanyak 1 buah. Pada Makam To’ulaweng/ Buttu Ujung Tande juga berhasil ditemukan keramik klasifikasi Ming 2 buah. Sementara itu, pada makam Lombeng Susu juga ditemukan sejumlah keramik klasifikasi Sawankhalok sebanyak sebanyak 1 buah, Qing 23 buah, Ming 3 buah, Erpa 5 buah dan Jepang sebanyak 18 buah.

Di situs yang lain seperti Makam Tuan di Colang terdapat temuan keramik klasifikasi Ming sebanyak 7 buah, King 11 buah, Eropa 2 buah dan 1 buah klasifikasi Jepang. Adapun di situs Syekh Muh. Ali Luaor terdapat temuan keramik klasifikasi Sawankhalok sebanyak 1 buah, Ming 5 buah, Qong 7 buah dan Eropa sebanyak 6 buah. Adapun di Makam I Manang Pambo’borang terdapat temuan keramik klasifikasi Qing buah, Ming 4 buah dan Eropa 4 buah. Terakhir di Makam Raja-Raja Pamboang atau di Kompleks Makam Raden Mas Suryodilogo terdapat temuan keramik klasifikasi Ming sebanyak 15 buah, Qing 2 buah, Eropa 5 buah dan Jepang 7 buah. Dalam ranah arkeologi, kebudayaan materi merupakan bukti empiris dan dijadikan landasan utama untuk menginterpretasi berbagai aspek yang menyangkut kehidupan manusia. Sumber daya arkeologi dapat memberi manfaat bagi peningkatan pengetahuan.

Hasil analisis frekuensi temuan 214 fragmen keramik dari 11 situs arkeologi Majene ini menunjukkan bahwa fragmen keramik tersebut berasal dari abad ke-13 (Vietnam), dinasti Ming Swatow sekitar abad ke-15 – 16. Data ini menunjukkan bahwa aktivitas perdagngan Mandar dengan berbagai Negara telah berlangsung sekitar abad-abad ke-13 hingga abad ke-20 (Hasanuddin, 2017).

Diversitas budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar memiliki keterkaitan atau hubungan antara tempat yang ada di permukaan bumi dengan masa atau periode yang pernah berlangsung. Kesemuanya dimungkinkan terjadi karena adanya jalinan konektivitas dengan daerah atau wilayah budaya yang lain. Diversitas budaya yang dimiliki wilayah Mandar mengandung nilai penting kebudayaan karena mewakili hasil pencapaian budaya tertentu dan menjadi jati diri (cultural identity) bagi Etnik Bugis, Etnik Makassar, dan Etnik Toraja. Temuan-temuan arkeologis yang terdapat di wilayah ini memiliki nilai penting etnik karena ditemukan bukti keberadaan komunitas Austronesia (ras Mongoloid) pada masa sekitar 4000 tahun lalu di Sulawesi Selatan dan Barat. Evidensi arkeologis tersebut melahirkan asumsi mengenai kehidupan tertua tentang geneologi dan budaya dari Etnik Bugis, Makassar, dan Toraja yang mendiami Sulawesi Selatan dan Barat sekarang (Ahmad dan Marjanah,2007).

BERSAMBUNG…..