Yogyakarta, mandarnesia.com-Kemunculan Coronavirus disease 2019 atau Covid-19 di Indonesia masih terus menjadi problematis. Pasalnya, hampir seluruh aktivitas kenegaraan menjadi terhambat, baik itu di bidang ekonomi, sosial, terlebih pada kerja-kerja perpolitikan.
Baru-baru ini di media massa maupun media sosial sempat digegerkan oleh kabar mengenai penundaan Pilkada. Pesta demokrasi yang berjalan lima tahun sekali ini, terancam tertunda karena dikhawatirkan akan menjadi pemicu penyebaran Covid-19 yang semakin hari semakin mengalami peningkatan.
Suatu keadaan dilematis tersendiri bagi negara, di samping persoalan kesehatan yang sudah seharusnya menjadi prioritas, juga pelaksanaan Pilkada yang tidak memungkinkan untuk ditunda. Belum lagi kabar mengenai berhentinya pandemi ini masih sangat sulit diprediksi.
Dampak Ketika Pilkada Tetap Dilanjutkan
Sejumlah pihak mengkhawatirkan pelaksanaan Pilkada malah semakin meningkatkan jumlah positif Covid-19 Indonesia. Hingga Kamis (24/9), jumlah kasus positif sudah hampir mencapai 300 ribu, atau sebanyak 262.022 orang dinyatakan positif terinfeksi virus. Kondisi ini tentu bukanlah sesuatu yang biasa-biasa saja, peningkatan kasus tiap harinya semakin tak terkendali.
Tidak hanya di Indonesia, ternyata sejumlah negara di dunia juga mengeluhkan hal yang sama. Bahkan di beberapa negara memutuskan untuk menunda pelaksanaan Pemilu karena tidak siap untuk menghadapi risiko besar setelah pelaksanaan tersebut. Dilansir dalam Liputan6.com, ada dua negara yang memilih menunda Pemilu di masa pandemi, diantaranya; Selandia Baru dan Hongkong, meski beberapa negara seperti Singapura, Jerman, Prancis, Polandia, Israel, Amerika Serikat, Bangladesh, dan Korea Selatan lebih memilih untuk tetap menggelar pemilu di masa pandemi Corona ini.
Potensi Pesta Demokrasi Menjadi Pesta Kasus Covid-19
Dalam pemberitaan CNN Indonesia, dikatakan bahwa sebelumnya Pilkada Serentak 2020 sudah ditunda mulai yang awalnya direncanakan dari September, diundur menjadi 9 Desember 2020. Pada laman tersebut juga mengutip pandangan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jerry Sumampow bahwa opsi penundaan Pilkada Serentak tak mungkin dilakukan, menurutnya penundaan Pilkada Serentak bukan pilihan realistis.
Sementara dari sisi kesehatan, Epidemiolog Driffith University, Dicky Budiman mengatakan bahwa idealnya pelaksanaan Pilkada Serentak ditunda. Sebab saat ini kapasitas testing untuk melacak kasus baru masih minim, akan tetapi apabila pilkada tetap akan dilaksanakan, maka jalan satu-satunya untuk mengurangi peningkatan kasus ialah dengan memperketat protokol kesehatan yang berlaku, baik pihak penyelenggara maupun peserta. Di samping itu, yang harus dilakukan KPU dan penyelenggara lain adalah mengevaluasi kerumunan yang terjadi pada tahapan pendaftaran hingga tahapan akhir pemilihan. Untuk menghindari potensi terjadinya Pesta Covid-19.
Lantas Bagaimana Negara Menyikapinya?
Tidak sedikit diskursus yang dilakukan pemerintah dalam mencari solutif atas keadaan ini. Belum lagi pro kontra antara menunda atau tetap melaksanakan pilkada terus menerus menghiasi dinamika perpolitikan negara saat ini.
Sejumlah pihak menganggap bahwa pemaksaan menjalankan pilkada di masa pandemi akan menimbulkan risiko yang sangat besar. Sementara Kementerian Dalam Negeri bersikeras untuk tetap menjalankan pilkada dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Perdebatan terkait hal ini masih terus berlangsung di dalam maupun di luar ruang pemerintahan. Dua keputusan yang sulit, selain karena berdampak pada kesehatan jika pilkada ini tetap dilanjutkan, juga dampak ekonomi jika pilkada harus ditunda.
Sebagaimana dilansir di laman CNN Indonesia, bahwa penundaan pilkada ini juga dapat berdampak pada risiko resesi ekonomi di daerah, karena dengan pilkada perekonomian di daerah turut terbantu. Selain itu kekosongan kepala daerah dalam jangka yang tidak menentu juga memiliki risiko besar terhadap kondisi masyarakat.
Menyikapi hal ini, negara dituntut untuk hadir dalam memberikan solusi. Pemerintah sebagai pemangku kekuasaan pun telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan peraturan terkait ini, salah satunya adalah dibuatnya Perpu yang khusus mengatur persoalan penundaan pilkada.
Terbitnya Perpu Nomor 2 Tahun 2020
Pada 4 Mei 2020, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 tahun 2020 yang mengatur tentang penundaan pilkada. Perpu ini mengatur tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan ketiga atas Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang.
Berdasarkan salinan yang diperoleh dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementrian Sekretariat Negara, terbitnya perpu ini tak lain karena pandemi Covid-19 yang terus menelan banyak korban tiap harinya.
Atas dasar itu, Perpu nomor 2 tahun 2020 dibuat untuk memastikan Pilkada dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas serta untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri.
Dalam poin keputusan, Perpu nomor 2 tahun 2020 ini mengubah pasal 120 menjadi berbunyi:
- Dalam hal pada sebagian wilayah pemilihan, seluruh wilayah pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana non alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak lanjutan.
- Pelaksanaan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak yang terhenti.
Adapun di antara Pasal 122 dan Pasal 123 disisipkan 1 (satu) pasal, 122 A yang berbunyi:
- Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana simaksud dalam Pasal 120 dilaksanakan setelah penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak dengan Keputusan KPU diterbitkan.
- Penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak serta pelaksanaan Pemilihan serentak serta pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan diatur dalam Peraturan KPU.
Selain itu, di antara Pasal 201 dan Pasal 202 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 202 A, yang berbunyi:
- Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (6) dituna karena bencana non alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1).
- Pemungutan suara serentak yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (21) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam pasal 122 A.
Perpu nomor 2 tahun 2020 ini diyatakan resmi berlaku semenjak Perpu ini diundangkan. Sebagai pedoman pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam menyikapi problem yang saat ini terjadi.
Tak ada pilihan lain, selain terus bersama-sama dan saling mendukung dalam menghadapi pandemi yang begitu meresahkan ini, sebab sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu sama lain. Kehadiran Coronavirus ini bukanlah alasan besar untuk menghindarkan rasa kemanusiaan itu dari diri masing-masing. Bersama dan saling membantu dalam menghadapi problem ini adalah solusi utama bagi kelangsungan hidup yang lebih baik ke depan.[]