Pemilik Menuntut Pemerintah Pelunasan Lahan Relokasi Aholeang

Laporan: Sudirman Syarief

MALUNDA, mandarnesia.com — M. Ridwan, dalam sebuah wawancara telepon dengan wartawan mandarnesia bercerita, lahan relokasi warga Aholeang, Desa Mekatta, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene, yang kini telah digusur dan sebahagian telah dibangun rumah, belum dibayar lunas oleh Pemerintah Kabupaten Majene.

Sebagian lokasi tersebut telah dipagar Ridwan menggunakan kayu dan bambu, pagar pembatas itu memanjang sekitar 50 meter lebih di sekitar tenda yang dibangun oleh Kementerian Sosial (Kemensos) yang terletak di Dusun Alle-Alle, Desa Mekatta.

Di lokasi tersebut, Idris memiliki lahan seluas 2.627 meter persegi, berdasarkan sertifikat tanah yang ia perlihatkan. Menurutnya, masih ada sekitar 224 meter persegi lahan yang belum terbayar.

“Yang dibayar itu baru sebahagia, Rp90 jutaan yang dibayarkan,” kata Ridwan, Selasa  (5/4/2022).

Selisih pembayaran berawal dari kekeliruan pihak BPN melakukan pengukuran lahan bersertifikat atas nama M. Idris, orang tua Ridwan. Di mana, saat pengukuran pertama ada kekurangan luas lahan jika mengacu pada luas lahan yang tercantum dalam sertifikat.

“Saya kemudian meminta tolong agar diukur ulang. Kemudian diukur ulang, ternyata lebih dari 30 meter isinya yang ada di sertifikat. “Jadi saya ditanya, bagaimana lebihnya, itu tidak usah saya ambil, yang penting sesuai dengan sertifikat saya. Mereka sampaikan terima kasih.”

“Jadi bagaimana ini, sudah diukur, sudah selesai, tapi sampai sekarang saya tunggu tidak ada infonya,” sambung Ridwan.

Menurut Ridwan, alasan pemerintah, mengapa kesisahan tersebut belum dibayar, karena pemerintah berdalih pembayaran tetap mengacu pada pengukuran pertama.

“Jadi saya tidak mau begini, posisinya, saya ambil kembali lokasi saya. Ndak apa-apa saya ambil kembali 224 meter, biar saya ambil sisanya, kalau pengukuran pertama yang kita pedomani. Tapi mereka tidak mau. Jadi bagaimana ceritanya ini?” tutupnya.

Keluarga Ridwan menjual tanah ke Pemerintah Kabupaten Majene dengan harga Rp80 ribu per meter. Di lokasi tersebut telah lama menjadi titik pengungsian dua dusun di Desa Mekatta, Dusun Rui dan Dusun Aholeang pasca gempa 6,2 M tahun lalu.

Hingga berita ini diturunkan, mandarnesia.com masih terus mencoba menghubungi Kadis Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman Dan Pertanahan (Perkimtan) namun belum memberikan jawaban.

Kepala Desa Makatta Muh Haeruddin mengatakan pada saat rapat di Kabupaten Majene dua pekan lalu, ia ditelpon dari Perkimtan, bahwa ada dua format yang dikirim, pertama tanah yang dibebaskan terkait dengan lahan sekolah.

“Terus ke pemiliknya sampai saat ini belum mengambil format itu, karena harus mengisi format, karena pada saat pengukuran kembali datang akan dibayarkan. Keliru kenapa setelah keluar, masih melakukan pemblokiran atau kaplingan, karena pemerintah akan membayar itu,” jelasnya m

Hanya, sambungnya, pemilik lahan saja yang belum datang mengambil format itu.