Mualaf Hadapi Ramadan yang Sangat Berbeda

Reporter : Busriadi Bustamin
AMERIKA, mandarnesia.com-Mualaf di Amerika melaksanakan bulan suci ramadan tahun ini dengan sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Terutama saat melakukan kegiatan shalat di masjid.

Hal ini diungkapkan DAVID MISTREIH dan Sakinah dua mualaf di Virginia. Karena dengan menerapkan social distancing, mereka hanya tinggal di rumah dan tidak bisa datang ke masjid. Padahal bagi mualaf masjid merupakan tempat andalan yang biasa didatangi untuk belajar, selain untuk mendapatkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan dengan saudara seiman.

Sakinah perempuan Mongolia baru setahun ini menjadi mualaf, pada ramadan tahun ini yang merasa kehilangan berbgai aktivitas di masjid. Terutama diskusi sesama muslim juga mualaf.
Sementara David seorang INGENER sudah beberapa tahun dulu memeluk islam merasa ada sengat yang hilang.

“Buat saya ramadan sebe lumnya adalah waktunya bersilaturahmi mendapatkan semangat berkumpul dengan sesama muslim. Mereka semuanya datang ke masjid atau HALAQAH dengan alasan yang sama untuk lebih dengan Allah. Bagi saya energ itu, energi yang sangat menguatkan itu hilang kali ini,” katanya.

David bersyukur karena ustaz dan imam masjid menawarkan berbagai pelajaran online kajian mendalam mengenai alquran dan riwayat nabi. Lanjut David, mereka melakukan sebisa mungkin dengan apa yang mereka miliki.

Rasa sepi dan perasaan sendiri memang kerap melanda mualaf dan tidak memiliki teman dan kerabat muslim.
“Saya juga bersyukur karena saya menikah, saya tidak perlu shalat sendiri. Kalau tidak rasanya sangat sulit kurang begitu terasa ramadannya,” ujar David.

Hal serupa juga disyukuri Sakinah. Selain suaminya, tidak ada satupun anggota keluarga muslim di tengah keluarga besarnya.

Berdiri enam tahun silam KONVETION, KOMEDITI FET SEPORT ORANATITAION yang berpusat di Virgina mempunyai visi mendampingi membantu mualaf dalam perjalanan mereka mengenal Islam seutuhgnya.

David dan Sakinah termasuk yang mencintai dan menghadiri kegiatan KONVETION.

Dengan adanya berbagai pembatasan, Saro Thomas salah seorang pendiri sekaligus menjabat sebagai ketua Convetion melalukan beberapa penyesuaian dalam program regulernya. Pertemuan sebulan sekali diadakannya.

“Otomatis pertemuan tidak ada. Tapi akhirnya jadi banyak onlinenya. Tadinya cuma tiap minggu sekarang ini malah rencananya ada tiga kelas,” tuturnya.

Agar para mualaf tidak merasa sendiri Saro juga menyempatkan diri bertegur sapa dengan menelpon atau dengan mengirimi mereka SMS.

Sakinah merasa oragnisasi semacam convention berperan penting dimana orang harus tinggal di rumah bertegur sapa melalui telepon berpartisipasi dalam kelas-kelas mengajar online sesama.

Mualaf dengan bimbingan dari ustaz membuatnya terasa terhubung dengan komunitas muslim. Namun tambah Sakinah, setiap mualaf sendiri memang harus berusaha berkomunikasi dengan sesamanya.

Mualaf adalah bagian sangat kecil dari warga muslim Amerika. Pada tahun 2018 diperkirakan 3,45 juta orang atau sekitar 0,8 persen dari populasi Amerika adalah muslim.

Menurut survey BIORUSIK CENTER, Islam masih menjadi agama yang paling berkembang pesat di Amerika.

Sumber : Audio Clip VOA Indonesia

Foto : ChanelMuslim