Masihkah Sulbar Butuh Gelar Pahlawan?

Bebasnya para pejuang Mandar dari Penjara Karebosi Makassar, 27 Desember 1949.
Bebasnya para pejuang Mandar dari Penjara Karebosi Makassar, 27 Desember 1949.

Dalam konteks gelar Pahlawan Nasional, itu hanya menunjukkan apresiasi tinggi dan penghormatan semua pihak, termasuk negara, atas perjuangan bersejarah seorang anak bangsa. Secara riil ini merujuk pada keyakinan bahwa “bangsa yang besar ialah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.”

Pasca penganugerahan Ibu Agung Hj. Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional, nyaris tak ada lagi tokoh yang diusulkan. Jika pun ada, semua sebatas wacana seperti yang terjadi pada sosok I Calo Ammana Wewang dan Hj. Maemunah. Kedua tokoh ini terkesan hanya dijadikan jualan politik pada setiap momentum pemilihan baik itu Pemilu maupun Pilkada.

Demikian juga dengan I Boroa Tokape yang sejak tahun 2019 kerap masuk dalam berbagai program kegiatan dinas yang pembiayaannnya termaktub dalam postur APBD. Sementara usulan secara formal sesuai dengan prosedur undang-undang belum pernah ditemukan.

Untuk diketahui, gelar pahlawan nasional terhadap seorang tokoh pejuang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yakni pada BAB III pasal 15 “Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dalam UU”. Selanjutnya lahir Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2009 ini kemudian diatur dalam PP. No.35/2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. PP No. 35 Tahun 2010 tersebut kemudian diatur secara spesifik melalui Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 20 Tahun 2009 disebutkan bahwa Gelar Penghargaan Negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan, pengabdian, darmabakti dan karya yang luar biasa kepada bangsa dan Negara, Gelar merupakan Pahlawan Nasional.

Sebagai langkah awal pengusulannya harus dimulai dengan membentuk TP2GD yaitu tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. TP2GD bersifat independen yang beranggotakan paling banyak 13 (Tiga belas) orang yang terdiri dari praktisi, akademisi, pakar, sejarawan dan instansi terkait.

Adapun persyaratan administrasi yang mesti disiapkan untuk pengusulan calon pahlawan nasional adalah sebagai berikut:

(1) Usulan Calon Pahlawan Nasional diajukan tertulis secara hirarki dan berjenjang

(2) Surat usulan Calon Pahlawan Nasional dilengkapi lampiran-lampiran antara lain: Rekomendasi dari Pemerintah Daerah (Gubernur dan Instansi Sosial Provinsi); Rekomendasi Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah disertai dengan resume perjuangan; Daftar uraian riwayat hidup Calon Pahlawan Nasional yang  ditulis secara  ilmiah, disusun sistematis, berdasarkan data yang akurat; Paparan/Materi Seminar Calon Pahlawan Nasional; Uraian Perjuangan; Biografi/Curiculum Vitae Calon Pahlawan Nasional Secara Kronologis; Daftar dan bukti Tanda Kehormatan yang pernah diterima/diperoleh (Jika ada); Catatan pandangan/pendapat orang dan tokoh masyarakat tentang Pahlawan Nasional yang bersangkutan; Foto/gambar dokumentasi yang menjadi perjuangan Calon Pahlawan Nasional yang  bersangkutan.

(3) Telah diabadikan namanya melalui sarana monumental sehingga dikenal masyarakat, (4) Buku-buku pendukung calon Pahlawan Nasional, dan

(5) Daftar Nama Ahli Waris Calon Pahlawan Nasional.