Oleh: Adi Arwan Alimin
ORANG-orang sebelumnya hanya familiar hikayat gempa puluhan tahun lalu. Sampai peristiwa 14 Januari 2021, Kamis siang itu, sebagian orang belum menyadari bahwa sebuah keonaran memuncak sedang mengintai warga. Ini sepertinya hitungan mundur menuju 12 jam kemudian.
Hari itu penulis sedang berbincang bersama Ketua Badan Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Barat, Sulfan Sulo. Di kantor ada program Podcast pekanan yang menghadirkan sejumlah narasumber. Obrolan itu baru berjalan belasan menit, saat langit-langit studio terdengar retak, lalu terjadi guncangan hebat. On air itu seketika berhenti, penulis langsung bergerak ke bawah meja, itu tindakan mitigasi. Sedang Sulfan yang mengobrol dari kantornya di Mamuju Beach Hotel, juga bergegas pergi. Di luar gedung beberapa staf kantor mencari penulis karena tidak terlihat di halaman.
Beberapa saat kegaduhan itu melandai. Belum terdengar kabar kerusakan atau dampak dari gempa siang. Petang seperti biasa semua staf telah kembali ke rumah masing-masing. Namun di media sosial mulai berseliweran beragam laporan dari berbagai titik. Staf Podcast kantor menyimpan gambaran kepanikan itu, tetapi penulis meminta untuk tidak memuatnya di akun media sosial.
Sampai gempa magnitudo 6,2 itu membuyarkan Jumat dini hari, 15 Januari 2021. Penulis ikut merasakan bagaimana getaran bagai gelombang itu, tingkat kekuatanÂnya sepertinya di level VI atau bahkan X: orang tidak bisa berjalan tegak, lantai atau dinding tembok terasa retak, pepohonan tampak berguncang. Penulis dapat menghitung 2-3 kali terjatuh karena berusaha berdiri atau berlari. Rumah-rumah warga bergeser dari pondasi bahkan hancur atau terbenam.
Saat penulis berdiri bersama keluarga di depan rumah, Jalan Musa Karim II telah seperti pemandangan ketika gempa 2018 yang berpusat di Palu. Lalu lalang kendaraan sangat ramai, dan warga yang dirubung cemas seperti arus searah menuju ketinggian. Kepanikan tidak dapat dihindari. Area Kantor KPU Provinsi Sulawesi Barat, dan kawasan ke gardu induk PLN memadat. Saat berkumpul di sana, penulis mendengar begitu banyak informasi bahwa hampir seluruh daerah tinggi sekitar kota Mamuju telah dipadati pengungsi.
Subuh itu ribuan orang menyemut di kawasan Soekarno Hatta. Sebagian terdiam dalam rasa takut, sebagian yang lain menangis. Penulis mulai dapat menyimpulkan daya rusak luar biasa gempa dini hari itu ketika salah seorang staf bernama Sahril datang dibonceng motor. Ia berbaring di pos keamanan kantor, penulis melihat kakinya yang menganga karena beling. Rumahnya ambruk ditimpa rumah tetangga. Seorang penghuni yang indekos di rumah ibunya, tewas terjebak reruntuhan.