Sungai Mandar Jadi Inspirasi Buku Cerita Anak, Literasi dan Tradisi Mengalir Bersama

Reporter: Wahyu Santoso

MANDARNESIA.COM, Mamuju – Sungai Mandar tak sekadar mengalirkan air, tapi juga cerita. Dari hulu hingga hilir, warisan budaya Mandar kini disulam kembali dalam lembar-lembar buku cerita anak, menjadi jembatan nilai-nilai luhur untuk generasi penerus.

Di jantung Sulawesi Barat, di mana Sungai Mandar mengular anggun dari hulu Ulumanda hingga hilir Tinambung, sebuah kisah tak hanya mengalirkan air kehidupan, namun juga mengukir jejak warisan budaya dalam benak generasi penerus.

Sungai yang menjadi denyut nadi masyarakat setempat, saksi bisu perempuan-perempuan tangguh yang meraup air dari sumur-sumur kecil di tepiannya, kini menemukan resonansinya dalam lembar-lembar buku cerita anak bertajuk “Pessungoq Potaq, Pettamao Randang”.

Literasi dari Hulu ke Hilir

Di tengah hiruk pikuk modernitas yang berpotensi menggerus akar tradisi, suara literasi dari rumah menemukan gaungnya dalam sebuah diskusi yang berlangsung hangat di Gedung Home Theater Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Mamuju, pada pukul 13.30 WITA, Senin (14/4/2025).

Tema sentral yang diangkat adalah “Pentingnya Cerita Anak untuk Literasi Sejak Dini”.

Figur sentral dalam obrolan sarat makna ini adalah Irwan Syamsir, sang penulis yang dengan tinta kearifannya merajut narasi tentang tanah kelahirannya.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Mamuju, Muhammad Fauzan, menyambut hangat inisiatif ini, memperkenalkan Irwan Syamsir sebagai duta literasi dari Tanah Mandar yang menebarkan inspirasi bagi jiwa-jiwa muda.

Kisah Sungai Mandar dalam Cerita Anak

“Pessungoq Potaq, Pettamao Randang” bukan sekadar hidangan kata-kata untuk menghibur, melainkan sebuah oase yang menyemai benih karakter dan integritas dalam diri anak-anak.

Latar Sungai Mandar yang mempesona bukan hanya pemandangan alamiah, tetapi juga metafora tentang aliran kehidupan dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakatnya.

Gambaran keharmonisan dengan alam, tercermin dalam ritual harian kaum perempuan di tepi sungai, menjadi pelajaran berharga tentang relasi manusia dan lingkungannya.

Dalam diskusi yang mengalir hangat, Irwan Syamsir menekankan urgensi mendongengkan kisah-kisah lokal kepada anak-anak. Baginya, ini adalah jembatan emas untuk menjaga agar nilai-nilai luhur dan tradisi adiluhung tidak tergerus oleh zaman yang terus berputar.

Melalui cerita, anak-anak diajak menyelami kedalaman akar budaya, menumbuhkan tunas-tunas cinta dan kepedulian terhadap lingkungan serta sesama.

Orang Tua sebagai Pendongeng, Anak sebagai Pewaris

Peran orang tua menjelma menjadi garda terdepan dalam upaya pewarisan informasi ini. Dengan berbagi pengalaman dan menuturkan cerita, mereka tak hanya menjadi pendongeng ulung, tetapi juga arsitek karakter generasi mendatang. Mereka adalah teladan dan sumber inspirasi yang menuntun anak-anak untuk memahami dan menghayati kekayaan budaya yang diwariskan.

Sebuah pertanyaan anonim dari akun Tanghulu yang meluncur via direct message moderator, “Menurut kakak bagaimana cara paling efektif untuk menggerakkan logika anak tentang dunia sastra agar kiranya minat mereka untuk menyelami itu bisa tumbuh tanpa paksaan?”

Irwan Syamsir dalam kebijaksanaan menjawab. “Cara paling efektif adalah dengan membuatnya menjadi pengalaman yang menyenangkan dan interaktif,” ujarnya.

“Seperti kegiatan membaca bersama, diskusi buku, atau anak-anak menciptakan cerita dan ilustrasi sendiri. Dengan demikian, anak-anak dapat merasa memiliki dan terlibat langsung dalam proses literasi, sehingga minat mereka dapat tumbuh secara alami tanpa paksaan,” jelas Irwan.

Pada akhirnya, kesadaran akan pentingnya peranan orang tua literer yaitu mereka yang mampu mengarahkan anak sejak dini menjadi benang merah dalam diskusi ini. Harapannya, generasi yang tumbuh adalah generasi yang cerdas, memiliki empati, dan berakar kuat pada identitas budayanya.

Sakina Amaliah Pratiwi sebagai moderator diskusi menutup dengan kesimpulan, “Buku cerita anak ini tidak hanya ditujukan untuk anak, melainkan semua usia khususnya orang tua. Kemampuan bercerita perlu dimiliki untuk menyampaikan pesan dengan cara yang menyenangkan, sebab sejatinya anak-anak tidak pernah main-main ketika bermain.” (WM)