Bapak/Ibu hadiran yang berbahagia
Majene: dari kota pelabuhan menjadi ibukota Mandar
Sebelum menjadi ibukota Afdeling Mandar, Majene merupakan pelabuhan penting, bersama dengan Pamboang, sebagai pusat jaringan maritim Mandar di Selat Makassar.
Ketika perusahaan dagang Belanda mengoperasikan kapal niaganya, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), pada tahun 1891, Majene termasuk jaringan pelayaran pesisir barat Sulawesi antara Teluk Palu – Parepare – Makassar dengan titik berangkat dan kembali di Surabaya. Pada 1910-an, ketika jalur KPM dibuat lebih pendek, Majene termasuk dalam trayek pantai barat Sulawesi.
Secara administratif, sebelum tahun 1909, Majene dan Parepare merupakan satu afdeling di Keresidenan Sulawesi dan Daerah Bawahannya. Sesuai Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No.17 tahun 1909 tanggal 5 Juli Majene ditetapkan sebagai Ibukota Afdeling Mandar. Wilayahnya terdiri atas dua onderafdeling yaitu: (1) Majene meliputi lanskap Binuang, Balanipa, Banggae, Pamboang, dan Sendana yang dipimpin langsung oleh Kepala Afdeling; (2) onderafdeling Mamuju dipimpin seorang Penguasa Sipil Perwira (Civiel Gezaghebber), wilayahnya mencakup lanskap Mamuju dan Tapalang.
Pada tahun 1912, Afdeling Mandar dibagi empat onderafdeling: Majene (ibukota di Majene), Balanipa (Campalagian), Binuang (Polewali) dan Mamuju (Mamuju). Empat tahun kemudian (1916), wilayahnya dibagi menjadi empat onderafdeling: (1) Majene (Majene); (2) Balanipa dan Dataran Rendah Binuang (ibukota Polewali); (3) Mamuju (ibukota Mamaju); dan (4) Pitu Ulunna Salu dan Binuang Atas (ibukota di Malabo).
Seiring penataan administrasif tersebut, Majene tumbuh menjadi kota pelabuhan tersibuk di seluruh Mandar pada tahun 1920-an dan 1930-an. Majene didatangi kapal-kapal KPM empat kali sebulan, sehingga ia menjadi kota pelabuhan paling sibuk di pantai barat Sulawesi, setelah Makassar dan Parepare.
Selain kapal Belanda, palabuhan Majene terutama disinggahi oleh perahu- perahu Mandar yang kembali dari perdagangan di Kepulauan Maluku pada Musim Timur (Mei – September). Pada Musim Barat (Desember – Maret), perahu-perahu tersebut biasanya berlabuh dan bongkar muat di pelabuhan Pamboang, karena pada musim itu pelabuhan Majene tidak aman untuk berlabuh. Kondisi ini melahirkan “pelabuhan kembar” Mandar di Selat Makassar. Jaringan ini digerakkan oleh para pelaut Mandar dengan berbagai jenis perahu seperti padewakang, palari, lete, lambo, paqur, dan sandeq.
Sebelum invasi militer Jepang, Afdeling Mandar dibagi menjadi tiga onderafdeling yaitu: Majene, Polewali, dan Mamuju. Penataan ini tidak berubah pada masa penduduk Jepang (1942-1945), kecuali perubahan nomenklatur dari afdeling menjadi Ken dan onderafdeling menjadi bunken. Majene menjadi ibukota Ken Mandar dan sekaligus ibukota Bunken Majene.
Pada awal kemerdekaan, Mandar pernah menjadi bagian Provinsi Sulawesi. Namun setelah gubernurnya, Ratulangi, ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Serui pada 5 April 1946, maka Mandar di bawah Negara Indonesia Timur (NIT: 1946-1949) dengan ibukota Majene.
Bapak/Ibu hadiran yang berbahagia