Kedua orang Belanda yang tersisa tersebut diserahkan kepada Pemerintah Jepang di Bali. Pihak Jepang memberikan ucapan “joto” dengan uang kontan yang jumlahnya tak sedikit. Setelah itu mereka kemudian kembali ke Pamboang Majene.
Pada tahun 1945 ia terlibat dalam prosesi penaikan Bendera Merah Putih dan pelemparan mobil serdadu di Pamboang Majene. Kemudian pada akhir tahun 1945 ia berangkat lagi ke Jawa untuk mengikuti pelatihan militer dan meminta bantuan senjata.
Ia berangkat ke Jawa membawakan nama Kris Muda Mandar, meski ia adalah anggota GAPRI 531. Di Jawa, ia kemudian bergabung dengan TKR Laut 0018 di bawah pimpinan Mayor Djohan Daeng Mangun yang bermarkas di Sidoarjo Surabaya dengan pangkat Letnan Laut.
Pada bulan September 1946, atas nama ALRI-PS (Penyelidik Seberang) dan sebagai Komandan Ekspedisi Pelopor pertama Daerah I Mandar berangkat ke Sulawesi bersama Letnan I M. Arajak Temba, Komandan Ekspedisi Pelopor pertama Daerah V Polombangkeng.
Pada Aksi Militer Pertama, 21 Juli 1947 mundur ke Blitar dan ALRI-PS menjelma menjadi Brigade Istimewa ALRI, ia bertugas di Front Turen dan Tumpang Malang Selatan bersama komandan Mayor Rahman Daeng Situju, Kapten Hasan Rala dan Letnan I Andi A. Rifai.
April 1948 Brigade Istimewa ALRI menjelama menjadi TNI Batalion X 07 di bawah pimpinan Kapten Andi A. Rifai. Kemudian Agustus 1948 TNI Bn. X 07 K.R.U menjelma menjadi Bn. C. Brigade XVI di bawah pimpinan Mayor P. Mas’ud dan Kapten Andi A. Rifai. Bersama kesatuan ini ia bertugas di daerah Serengot dan Nglengok Blitar pada peristiwa PKI.
Pada Aksi Militer Kedua, ia bersama Andi A. Rifai di bawah Kesatuan TNI Bn. C Brigade XVI bergerilya di daerah gunung Kawi Selatan, Malang dan sekitarnya sampai penyerahan kedaulatan, 27 Desember 1949.
Sesudah penggabungan antara Batalion Rifai Divisi I dengan Batalion Mattalatta Divisi III, bersama-sama Mayor Andi Mattalatta dan Kapten Andi A. Rifai, dengan pangkat Letnan Dua ia berangkat ke Sulawesi Selatan untuk menumpas pemberontakan yang dilancarkan oleh Kapten Andi Aziz.
Pada tahun 1950, ia berada di Sulawesi Selatan sebagai anggota Kesatuan Batalion Mattalatta dengan pangkat Letnan II Kepala Staf IV. Pada tahun 1956 ia pensiun dengan pangkat Kapten dan pada tahun 1962 ia terpilih menjadi Anggota Badan Musyawarah Nasional (BAMUNAS) dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan.
Tahun 1964 ia kemudian terbunuh oleh kaki tangan PKI di Polewali dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panaikan Ujung Pandang.