Selama 2 Tahun (1961-1963) ia menjadi Wakil Direktur U.D. Keluarga di Gresik/Jawa Timur. Tahun 1968-1970 terlibat sebagai perorangan melakukan perniagaan/interisulair di Kalimantan Selatan (sambil melakukan kegiatan Da’wah Islamiyah Jalar; Organisasi Muhammdiyah).
Dalam bidang sosial budaya, sejak tahun 1950-1960 ia berturut-turut memegang jabatan atau pimpinan rangkap dalam berbagai organisasi di Majene, seperti Badan Perguruan Islam (BPI). Ia juga turut serta sebagai Pendiri/Ketua Majlis Pengajaran (1950-1960); Pemimpin SMP Muhammadiyah (1953 1956); Pendiri Sekolah Menengah Islam (SMI)-BPI serta menjadi Guru Agama/Umum (1954 1960) yang dalam perjalanannya menjadi PGA/BPI. Termasuk menjadi guru ekonomi pada KKM/A-B Inspeksi PENMAS (1956),
Tak berhenti sampai di situ, ia juga merupakan Pendiri/Ketua Umum Yayasan Penolong Keluarga Korban 40.000 Kabupaten Mandar (1956-1960); Pemimpin Kursus Praktek Dagang Negeri/Inspeksi PENMAS (1959); Guru SMP Perguruan Rakyat (1960).
Sepanjang Tahun 1965-1968, Ia menjadi Wakil Ketua Yayasan Mandar Foundation di Jakarta. Tahun 1972-1974 menjadi guru pada SMP/PGA Muhammadiyah di Wonomulyo, sambil menjadi dosen (1972) pada Extension Course guru-guru Agama se-Kecamatan Wonomulyo/Inspeksi Pendidikan Agama; Tahun 1976, ikut aktif dalam pengembangan dan memberikan berbagai mata pelajaran Pendidikan Agama/Umum pada Pesanteren “Darul Huda” Yayasan GUPPI di Lampa/Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polmas.
Muhammad Amier
Muhammad Amier atau Kapten Amier adalah salah satu pejuang Mandar yang lahir di Pamboang pada tahun 1924. Dalam perjalanan sejarah perjuangannya ada beberapa peristiwa penting antara lain pada tahun 1942 dengan perahu Bintang Suasa ia berlayar ke Jawa bersama Hamma (Purn. Bn. Mattalatta), Kaco, (Purn. Bn. Mattalatta), Nurdin Amin, Kawuto dan Pasila berlayar menuju ke Pulau Jawa.

Dalam perjalanan, mereka harus terlibat pertempuran di antara Pulau Madura dengan Pulau Kangean dengan Belanda yang merupakan pelarian dari Cirebon.
Pertempuran dengan Belanda ini berawal ketika mereka sepakat untuk mengantar orang Belanda ini ke Australia dengan imbalan 600 dolar Amerika. Orang Belanda tersebut ada 4 orang dan membawa 2 pucuk senjata dengan sebuah kompas kantong.
Kebetulan saat itu Tentara Jepang mulai berkuasa di Indonesia dan kerap mengadakan patroli udara dengan menggunakan pesawat terbang. Pesawat milik Tentara Jepang ini mendekati perahu. Belanda tersebut bersembunyi di bawah geladak perahu karena takut ketahuan ada di perahu tersebut. Sialnya karena di saat yang sama udara teduh sehingga perahu tak bisa jalan dan arahnya tidak menuju ke Australia.
Tentara pelarian Belanda ini menjadi marah dan mengeluarkan senjata dari bawah geladak yang hampir mengenai biji pelir kemaluan Muhammad Amir. Mereka diajak berunding dalam kondisi tak ingin keluar dari bawah geladak perahu. Dengan bahasa Belanda yang kurang teratur Kapten Amier menjelaskan lewat surat dengan menulis:
“Kita pasti ke Australia dan jangan menembak lagi”.
Saat Kapten Amir membaca surat balasan dari Belanda, tiba-tiba Belanda tersebut keluar dari ruangan perahu melalui pintu kedua yang disampingnya telah dipasang tempayan berisi air untuk menangkal tembakan.
Saat Belanda tersebut keluar, ia ditadah oleh Hamma yang kebetulan ahli silat langsung menghantamnya dengan dengan tikaman kerisnya sehingga Balanda tersebut langsung ambruk.
Melihat temannya tersungkur, Belanda yang satu lagi melompat keluar dan melepaskan tembakan. Kali ini yang menghadapinya adalah Kapten Amier dan Kaco Kama’ Lapang.
Pertarungan sengit terjadi. Kapten Amir nyaris saja kalah dalam pertarungan dan mungkin terbunuh seandainya Kabuto tidak muncul menghantam Belanda tersebut dengan sebilah kowi kundu (parang tumpul) disertai teriakan Allahu Akbar. Tak ayal lagi, Belanda yang kedua tersebut terbuang ke laut.