Dari jauh pulau ini hanya ditumbuhi semak perdu berukuran kecil tak lebih dari 3 meter, dengan struktur batu solid dan pasir putih di sekelilingnya, luasnya bahkan tak cukup 1 hektar, tak cukup sejam anda sudah bisa menghabiskan waktu mengelilingi pulau ini.
Satu yang tak banyak diketahui oleh orang-orang adalah Pulau Idaman (Tai Manu’) memiliki bentang bawah laut dank oral yang sebenarnya cantik, letaknya di perairan di hadapan pulau, bahkan pada saat-saat tertentu kadang ada beberapa ekor penyu yang akan anda temui, tetapi tak rutin, ini hanya jika ana beruntung saja.
Kalau ada penyu yang hadir maka tentu saja keadaan terumbu karang sekitar perairan biasanya baik, dan hal ini berlaku di pulau Idaman, hanya sedikit orang yang pernah turun ke perairannya dan mendokumentasi keelokannya.
Daerah-daerah di utara Majene terkenal dengan pesona senjanya yang jatuh tepat di garis horizontal laut, tak ada yang menghalangi, jika menikmati senja dari jalur lintas Majene-Mamuju maka anda dapat menjadikan objek pulau Idaman (Pulau Tai Manu’) sebagai objek untuk mempermanis foto senja anda, akan tetapi jika anda berada tepat di arah pantai yang menghadap ke barat maka foto senja anda tentu saja akan langsung memotretnya tanpa halangan objek pandang apapun.
Satu yang sangat disayangkan saat ini adalah tampaknya belum ada usaha untuk mengelola atau membuat pulau ini menjadi destinasi wisata yang menyediakan berbagai macam fasilitas lengkap, baik oleh pihak pemerintah ataupun komunitas masyarakat setempat. Pulau ini hanya teronggok begitu saja, nyaris tanpa sentuhan.
Jika anda menyukai pulau yang tenang dan mudah diakses dari jalur jalan utama maka pulau Idaman (pulau Tai Manu’) bisa jadi pilihan anda saat berwisata di Kabupaten Majene. Untuk soal kealamian pulau jangan ditanyakan lagi, pulau ini nyaris tanpa sentuhan, tak berpenghuni dan jarang dijamah oleh masyarakat setempat (tommuanemandar.com).
Terkait Kampung Palipi, dalam catatan Belanda yang bernama Rukkalu’mu menemui ajlnya di Kampung Palipi. Meninggalnya Mara’dia Sendana ke-37 disebabkan oleh penyerangan pasukan pejuang pada tanggal 14 Juli 1907 malam. Sesungguhnya buka Mara’dia Rukkalu’mu yang akan dibunuh pada malam itu, melainkan salah seorang Mara’dia yang malam itu menginap di rumahnya.
Malangnya, pada malam kejadian itu, Rukkalu’mu memberikan kamar pribadinya kepada tamunya. Sementara ia memilih tidur di kamar tamu. Tertukarnya kamar Rukkalu’mu dengan tamunya tersebut, membuat pasukan pejuang salah sasaran. Mara’dia yang menjadi target itu luput dari insiden pembunuhan malam itu lantaran ia tidur di kamar pribadi mara’dia Rukkalu’mu.
Alasan pembunuhan itu dilakukan karena para pejuang kecewa terhadap Mara’dia yang datang bertamu di rumah Mara’dia Rukkalu’mu. Kekecewaan itu disebabkan atas perlakuannya terhadap rombongan Mara’dia Pamboang yang pasca jatuhnya Benteng Adolang memilih menyingkir ke daerah Tubo.
Keberadaan Mara’dia Pamboang saat itu tidak dilayani dengan baik. Maka jadilah insiden malam itu sebagai ajal bagi Rukkalu’mu. Paginya, tubuh Mara’dia Sendana ditemukan dalam kondisi sangat menyedihkan, tubuhnya terpotong-potong sehingga ia digelari Tonitatta’.
Kejadian ini direkam dalam catatan Belanda, “de hiervoren genome de maradia i RoekkaLoemoe werd in den nacht van den 14 den Juli 1907 in kampong Palipi vetr moord, waarna door den hadat van tjenranatotopvolger in het bestuur over datlandsc hapwerd verkozeneen bloedvervant van denver moorden maradia, n.l. Pagiling, maradia van somba, een der vazallen van tjenrana. (btdt : 1909 : 676)”. (Mara’dia i Rukkalumu mati terbunuh pada malam tanggal 14 Juli 1907 di kampung Palipi, sehingga oleh hadat Sendana dipilih sebagai penggantinya salah seorang keluarga dari raja yang terbunuh, yaitu Pagiling, Maradia Somba (pa’bicara kaiyyang di Somba), salah satu wilayah bawahan dari Kerajaan Sendana. Penunjukan terhadap Mappa’giling dilakukan karena keluarga Rukkalu’mu tak ada yang bersedia jadi mara’dia lagi. Mereka takut akan menjadi target pembunuhan lagi.
(BERSAMBUNG)