Mengungkap Pusat Peradaban Balanipa – Sendana | Penguatan Identitas, Kebhinnekaan dan Kemaritiman Mandar | Bagian 22
Reportase Muhammad Munir
17 Oktober 2022, Penulis telah berada di Davina Hotel tepat jam 08.30 pagi. Sengaja lebih pagi karena semalam Anto (sopir kantor) yang kerap mengantar tim ke lokasi kembali ke Makassar. Penulis dapat tugas ganda, pemandu sekaligus pengemudi yang bertugas mengantar Pak Budianto Hakim, Muhammad Amir, Muhammad Dachlan dan Ian ke lokasi yang pagi ini menuju ke Pelabuhan Nusantara Palipi Desa Totolisi Kecamatan Sendana.
Rombongan lain berada di mobil yang dikemudikan oleh Bu Tini, sementara A’ba Lele dibonceng oleh salah seorang anak literasi dari Desa Palipi Soreang kerap kami sapa Aju. Palipi adalah salah satu kampung pesisir yang sejak dulu menjadi pelabuhan penyangga bagi Pamboang dan Luwaor. Pelabuhan ini agak unik, sebab terdapat Pulau Taimanu’ yang juga dikenal sebagai Pulau Idaman. Tapi kami tak memantau wilayah pelabuhannya melainkan bukit Palipi yang ditengarai menjadi pusat perkampungan tua.
Sebelumnya kami singgah ke Kantor Desa Totolisi untuk konfirmasi terkait kedatangan sejumlah tim yang akan meneliti di wilayah Palipi. Kami hanya diterima oleh salah satu aparat desa, sebab Kepala Desa sedang keluar. Bagi penulis, Kampung Palipi ini tidak asing, sebab di dekat dermaga pelabuhan terdapat rumah salah satu adik penulis bernama Rustam Papa Ayu yang menikahi seorang gadis kampung Palipi.
Penulis tentu sudah sangat hafal dengan lingkungan sekitar pelabuhan dan perkampungannya. Terlebih di desa ini pernah menjadi salah satu pilot projek Sekolah Lontar dari Mandar Writers and Culture Forum pada tahun 2018/2019. Sekolah lontar tersebut kami ampuh bersama Fahmi Jadel dan Thamrin Uwai Randang.
Di sekitar perkampungan bukit Pilipi kami menemukan beberapa fragmen keramik, gerabah dan bahan batu neolitik. Temuan ini belum memadai untuk mendukung bahwa di sekitaran ini terdapat pusat perkampungan tua.
Informasi dari warga setempat menyatakan bahwa dulu perkampungan tua seperti yang diceritakan oleh kakek nenek kami ada di atas bukit yang tak jauh dari kempung PalipI sekarang ini. Setelah memastikan segala proses pengintaian dengan dukungan hasil temuan di permukaan tanah, Pak Budi mengarahkan tim untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Podang, tepatnya di Kompleks Makam Raja-Raja Sendana.
Palipi terambil dari bahasa Mandar asal kata “lipi” yang dalam bahasa Indonesia berarti tidur dengan nyenyak. Pulau kecil berukuran tidak lebih dari 1 hektar yang dikelilingi oleh pasir putih dan terumbu karang yang elok. Pulau ini jelas terlihat dari jalur lintas Majene-Mamuju dan hanya beberapa ratus meter dari Pelabuhan Palipi, pelabuhan laut yang melayani jalur pelayaran rakyat dari Sulawesi Barat ke Kalimantan.
