Masihkah Sulbar Butuh Gelar Pahlawan?

Bebasnya para pejuang Mandar dari Penjara Karebosi Makassar, 27 Desember 1949.
Bebasnya para pejuang Mandar dari Penjara Karebosi Makassar, 27 Desember 1949.

FPRT (Front Pembebasan Rakyat Tertindas) Narasi Perjuangan yang Tersobek – Bagian 2

Catatan Muhammad Munir

Selama ini, narasi tentang Kebaktian Rahasia Islam Muda – Mandar (KRIS Muda Mandar) maupun Gabungan Pemberontak Republik Indonesia 5.3.1. (GAPRI 5.3.1.) mungkin telah banyak mengisi ruang-ruang diskusi dengan sejumlah tafsir yang dilekatkan pada sosok Hj. Andi Depu dan Hj. Maemunah Djud Pantje.

Sejumlah bacaan pun telah terlahirkan dari narasi sejarah perjuangan periode 1945-1949. Bahkan Ibu Agung Hj. Andi Depu telah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional dari Mandar melalui Keputusan Presiden Nomor 123/TK/Tahun 2018 Tanggal 6 November 2018 yang penganugerahannya diserahkan langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo kepada ahli waris Ibu Agung Hj. Andi Depu di Istana Negara 08 November 2018.

Dalam proses itu, Penulis diamanahi tanggung jawab untuk menjadi salah satu Tim Perumus/Tim Ahli berdasarkan SK Nomor: 009.07/1055/XII/2017/DINSOS dalam mengawal proses pengusulan Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional.

Ibu Agung Hj. Andi Depu dengan gagah berani menunaikan darma baktinya sebagai pelopor dan pemimpin perjuangan di Sulawesi Barat, bahkan Sulawesi Selatan, dalam rentang yang panjang. Mulai menghadapi kolonial Belanda, militerisme Jepang hingga upaya mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan.

Semua itu menuntut daya juang yang tinggi (militansi), konsistensi, visi kebangsaan, dan tak kalah penting sikap rela berkorban. Nilai-nilai itu niscaya menjadi rujukan dan suri tauladan bagi generasi yang hidup pada masa Andi Depu berjuang, generasi sekarang yang bisa melacak jejak perjuangannya secara referensial, maupun generasi yang akan datang melalui sumber-sumber sejarah yang diwariskan, salah satunya melalui buku atau catatan sejarah yang menjadi tulang punggung dunia literasi.

Terlepas dari capaian pemerintah mengawal Ibu Agung Hj. Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2018, tentu tak harus berakhir pada sebuah kebanggaan saja, sebab di wilayah ini cukup banyak tokoh yang layak dan harus diusulkan sebagai Pahlawan Nasional.

Tokoh-tokoh itu bisa diambil dari periode tahun 1667-1945 antara lain Daeng Mallari’ (Todiposso di Galesong atau Tomatindo di Buttu) I Ma’ga Daeng Rioso’ (Todipolong atau Tomatindo di Marica), I Baso Boroa (Tokape atau Ki Ahmad Yahya), I Calo’ Ammana Wewang dan I Kaco Puang Ammana Pattolawali yang kesemuanya dari Kabupaten Polewali Mandar dan Majene.

Ada juga Demmatande (Kabupaten Mamasa), Tapanguju Punggawa Malolo (Kabupaten Mamuju) dan lainnya. Bisa juga dari periode 1945-2004 antara lain ada Hj. St. Maemunah Djud Pantje, Madjidong atau Abdul Madjid Salam (Majene), Hamma Saleh Puanna Su’ding (Alu), I Masa atau Ibu Seluruh (Campalagian) Baharuddin Lopa (Balanipa) dan sejumlah nama yang tak bisa kami sebutkan semuanya.

Bagi seorang tokoh sejarah, perjuangan merupakan tuntutan dan panggilan hidup yang dipenuhi demi kemaslahatan bersama. Ada pun “ganjaran” berupa apresiasi, sikap hormat, bahkan penganugerahan sebuah gelar kepahlawanan adalah konsekwensi logis dari sikap perjuangan.