Kisah Cinta Seorang Penyintas Gempa di Malunda Bagian 2

DCIM/PANORAMA/100_0045/DJI

Penulis : Hasriani Hanafi

Cinta Mengalahkan Gempa

Di bawah pohon, depan Masjid Nurul Taufik Deking. Perundingan singkat, tentang apa yang akan kami selamatkan, di rumah yang sudah retak parah itu. Sedang, lalu lalang suara motor berdesak-desakan menambah suasana kebisingan.

“Ijazah,” begitulah kami berucap serentak.

Bergegas aku menahan. Suami yang tadinya berniat, untuk mencari ijazah di timbunan barang dalam rumah akibat gempa, terdiam. Mungkin, ragu dengan keputusanku. Aku yakin ia juga mengkhawatirkan ku. Dengan beberapa pertimbangan yang kutawarkan. Aku yang akan mencari ijazah. Ia pun mulai memahami dan membiarkanku masuk.

Meski, kenyataannya, terselubung ada cinta besar yang kupendam pada mereka. Yang menjadikan diriku mencari celah untuk bisa menahannya. Aku ingin menyelamatkan dan melindungi mereka. Menjaga agar tak ada sedikitpun goresan yang melukai. Kurela bertaruh nyawa untuknya.

Pria memiliki kekuatan yang mampu melakukan semuanya. Tapi, wanita memiliki cinta yang dapat mengalahkan segalanya. Termasuk melawan maut untuk menyelamatkan 2 manusia, suami dan anak.

Bukan cerita Romeo yang akan menyelamatkan Julietnya. Atau, kisah asmara remaja yang rela menaruh nyawa, karena putus cinta. Tapi, seorang istri dan juga ibu dari Malunda, yang memegang tanggung jawab di tengah hiruk pikuk kematian untuk  keselamatan keluarga. Agar tetap terjaga dan terlindungi dari segala marabahaya.

Biarlah takdir yang akan menyelamatkan diriku. Jika, aku masih berhasil keluar dengan selamat dari rumah itu, berarti kami masih diberikan kesempatan untuk hidup lebih lama. Energiku terkumpul sempurna. Gempa raib seketika dalam memori. Lenyap karena kemenangan rasa pada mereka, jauh merasuk.

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=CnRc4rovHcI[/embedyt]

Tak ada ketakutan. Semua mudah dan menjadi enteng ketika cinta dan kasih mengalahkan segala kehancuran duka. Dengan penuh kepastian, aku memilih jalan suram. Mencari barang yang telah porak-poranda oleh pusaran Lindu.

Bisa saja gempa susulan akan datang. Dan seketika diruntuhi serpihan tembok rumah.

Bahkan, jauh lebih buruk, nyawakulah yang akan melayang. Beberapa bisikan buruk itu terus menghadang, sebelum kaki melenggang di pintu masuk yang mulai miring. Godaan pengurung niat itu silih berganti. Akan tetapi, benteng keberanian mengalahkan segalanya.

Aku hanya mengusap bahunya, dan memeluk anakku yang juga mulai ketakutan. “Kalo saya papa, bisaka cepat lari keluar,” aku berusaha memberikan semangat. Karena, di garis matanya mulai menyimpan beribu kecemasan. (Bersambung ke Selimut Kain Berkumal)

Deking, 3 Maret 2021

====

Hasriani, lahir di Lampa 26 Juni 1989. Anak ketiga dari Hanafi dan Marwah. Wanita yang berprofesi guru dalam status  honorer di SMA 1 Malunda  berasal dari Mapillie Desa Bonra kec. Mapilli Kabupaten Polman. Namun, sudah lama merantau ke Tapalang -Malunda.

Tahun 2009-2011 tinggal dikediaman Ramli Habidul dan Hj. Mudiah sebagai orang tua asuh di Pasa’bu Tapalang Barat. Dan, Tahun 2012 hijrah ke Malunda dengan alasan menyelesaikan studi S1 di kampus 2 Universitas Al-Asyariah Mandar. Kemudian, memilih menetap di Malunda setelah menemukan tambatan hatinya Busriadi, yang kini dikaruniai seorang anak bernama lengkap Maryam Busriadi.

Selain bekerja sebagai honorer, seorang penyintas gempa di Malunda yang berkekuatan 6,2 Magnitudo ini juga menjadi salah satu pendiri Sanggar Ta Sende di Malunda yang bergerak dalam bidang seni tari. Dan, saat ini tengah menekuni dunia sastra.