Laporan: Wahyu Santoso
MANDARNESIA.COM, Mamuju – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Barat hari ini menggelar sosialisasi dan simulasi penanggulangan bencana di Gedung Aula Kecamatan Simboro. Supervisor BPBD Sulbar, Inaldy Luther Sirangi Si’lang memberikan pengantar seputar mitigasi bencana bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi potensi bencana di wilayah tersebut.
Dalam paparannya, Inaldy mengungkapkan bahwa Sulawesi Barat memiliki 13 jenis bencana potensial, mulai dari gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan hingga banjir bandang. Satu-satunya bencana yang belum pernah terjadi adalah letusan gunung api.
“Data ini menegaskan pentingnya kesiapsiagaan dan implementasi mitigasi bencana yang komprehensif,” ujarnya.

Inaldy memaparkan Peta Indeks Risiko Bencana Indonesia, yang menunjukkan beberapa daerah dengan tingkat kerawanan tinggi. Ia menekankan, mitigasi bencana harus dilakukan secara berkelanjutan—mulai pra-bencana, saat peristiwa berlangsung, hingga pasca-bencana.
“Mitigasi bukan hanya soal peralatan dan anggaran, tetapi juga langkah-langkah kecil yang dapat dilakukan masyarakat sehari-hari,” tambahnya.
Beberapa langkah mitigasi konkret yang disarankan antara lain pelestarian lingkungan, penanaman kembali pohon di kawasan kritis, serta menghindari pembangunan di bantaran sungai untuk mengurangi risiko banjir dan longsor. Pengelolaan sampah terpadu juga menjadi poin penting untuk mencegah penyumbatan saluran air.
Sesi simulasi dipandu oleh Ali Rahman, fasilitator Pusdalops BPBD Sulbar. Ia mendemonstrasikan teknik “segitiga kehidupan” untuk menghadapi gempa bumi. Ali menjelaskan, ruang kosong di samping benda kokoh—seperti meja atau lemari besar—dapat menjadi tempat berlindung yang lebih aman saat struktur bangunan runtuh.
“Posisi tubuh yang benar di “segitiga kehidupan” ini dapat menyelamatkan nyawa,” ujarnya sembari memperagakan postur tubuh yang tepat sembari dibantu oleh rekannya Syahrang.
Syahrang menambahkan bahwa kepala adalah titik paling krusial yang wajib untuk dilindungi saat gempa berlangsung. Selain simulasi fisik, peserta juga memperoleh pelatihan evakuasi mandiri dan koordinasi dengan tim tanggap darurat. Lurah dan Kepala Lingkungan se-Kelurahan Simboro berkesempatan mencatat prosedur evakuasi, jalur aman, serta titik kumpul yang telah ditentukan sebelumnya.
Menutup kegiatan, Inaldy kembali menegaskan peran krusial masyarakat. “Sebagian besar bencana adalah akibat ulah manusia—deforestasi, pembangunan tak terkendali, dan sampah. Dengan pemahaman dan tindakan mitigasi, kita dapat menekan risiko dan dampak bencana,” tuturnya.
Kegiatan sosialisasi dan simulasi ini diharapkan menjadi langkah awal bagi setiap desa dan kelurahan di Sulawesi Barat untuk menyusun rencana tanggap darurat berbasis partisipasi masyarakat, demi keselamatan bersama. (WM)