Reporter Sudirman Syarif
MANDARNESIA, Malunda – Dosen Teknik Geofisika Fakultas Mipa, Universitas Tadulako Abdullah memberikan masukan. Agar materi mitigasi kebencanaan masuk dalam materi debat Pilkada di tahun 2024 mendatang.
Menurutnya, hal tersebut penting, mengingat Sulawesi Barat masuk dalam wilayah peta rawan bencana alam.
“Oleh karena itu, agar kandidat paham atas masalah itu, maka para calon kepala daerah ini ‘dipaksa’ untuk belajar tentang mitigasi bencana. Pasti dia belajar dulu sebelum debat. Jadi cara ini memaksa kandidat kepala daerah sebelum terpilih untuk mengetahui kebencanaan,” katanya saat hadir dalam acara bedah buku Linor 6,2 Magnitudi di cafe Maindo, Malunda, Majene, Senin 30 Mei.
Menurutnya, tidak elok, jika seorang pemimpin berhasil membangun selama empat tahu, namun di tahun atau periode terakhir, hancur karena gempa. Tapi jika paham mitigasi, dampaknya akan tidak separah itu.
“Pembangunannya selama dia memimpin sudah terselip di situ kegiatan pengurangan bencana. Misalnya membuat, merevisi RT, RW berbasis bencana, membuat bangunan yang betul-betul tahan gempa dan sebagainya,” jelasnya.
Menurutnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, masalah kebencanaan, merupakan masalah bersama dan prinsipnya, semua orang terancam atas bencana, dan semua orang mau selamat dari bencana. Karena itu setiap orang harus paham bencana, dan siap dalam kegiatan penanggulangan bencana, terutama Pemerintah.
“Sudah ada BPBD, tinggal ini diperkuat, kita bisa membantu memperkuat, masyarakat, akademisi melalui masukan dengan membaca UU tentang penanganan bencana, dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan bencana,” sebutnya.
Abdullah menjelaskan bahwa publik harus paham mana kewajiban pemerintah dan kewajiban masyarakat umum, karena masalah penanganan bencana tidak bisa selesai, kalau pemerintah yang diharap, masyarakat juga harus terlibat di dalamnya.
Masyarakat, katanya, harus mendukung penguatan BPBD, karena BPBD yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan penaggulangan bencana, baik dalam pra bencana, di tanggap darurat, juga di pasca bencana.
“Masyarakat harus mengingatkan kepala daerah apakah gubenur atau bupati agar BPBD diperkuat dengan SDM dan pendanaan, jangan BPBD dijadikan sebagai tempat ‘membuang’ orang yang dianggap malas atau orang yang dianggap melawan pimpinan,” tuturnya lagi.
BPBD harus menempatkan orang yang memang tepat, disamping memiliki jiwa relawan, juga memiliki kapasitas, kemampuan dalam hal penanggulangan bencana. Tempatkan orang -orang seperti ini di sana dan dukung dengan anggraran APBD.
“Percuma juga staf BPBD berkualitas kalau tidak didukung dana yang tidak cukup,” tutup alumni ITB ini. (wm/*)