Nauamo Daeng Palulung: “Tallumi tau anna mesa, mesami anna tallu, Sendana, Alu, Taramanu’. Lita’ silambang tassi poalla, tassitundang matadzang tassiroyong masande’, tautta’ sisolong tassisawa’, mesa balami, tanniatonang. Sendana, Alu, Taramanu’ di puang di kondo budata, mate simateang, tuo sattuoang”. (Berkatalah Daeng Palulung: Kita tiga sudah menjadi satu, satu tapi tiga, Sendana, Alu, Taramanu’. Pemimpin saling menyeberang tak keberatan, tak saling mengingatkan dengan keras apalagi kasar, rakyat saling mengunjungi dengan aman. Kita sudah satu pagar tak berbatas, Sendana, Alu, Taramanu’ bagi pemimpin dan bagi rakyat. Mati satu mati semua, hidup satu hidup semua).
Nauamo Puatta Disaragiang: “Mammesa puammi tau mammesa tau, ma’julu’ sara ma’julu’ rio, mamesa pattuyu di latte samballa’ siola pa’disang. Da’dua memmata disawa, mesa memmata di mangiwang. Monasisara’ tuwu anna’ nyawa tassisara’i Alu, Taramanu’, Sendana. Tassipaoro diadza’, sipalete dirapang, padza nipeada’ ada’ta, padza niperapang rapatta’, tassibore-boreang gau’, tassipolong tanjeng, tassira’ba tanattanang, sitaiang apiangang tassitaiang adzaeang.” (Berkatalah Puatta Disaragiang: Bangsawan kita sudah menyatu, rakyat juga jadi satu, menghadapi kesusahan dan kebahagiaan, menyatukan kenginan di atas tikar selembar sebantal bersama. Dua mengawasi ular, satu mengawasi ikan hiu. Walau terpisah tubuh dengan nyawa, tapi Alu, Tara’manu, Sendana tidak akan terpisahkan. Tidak saling mencampuri urusan adat dan aturan masing-masing, menjalankan adat dan kebiasaan serta hukum dan peraturan masing-masing, tidak saling keras mengerasi, tidak saling merusak tanaman, saling membawa kebaikan, saling menghindarkan keburukan).
Nauwwa womo I Daeng Palulung: “Mate arawiang Alu, Taramanu’, mate dibaya-bayai Sendana. Sara pole sara nisolai, rio pole rio nisolai. Le’bo’ tanni jori’, uwai tanni latta, buttu tanni polong dilalanna Bocco Tallu” (Berkata lagi Daeng Palulung: “Bila Alu dan Tara’manu mati diwaktu petang, Sendana mati diwaktu pagi hari. Kesusahan datang kesusahan dibagi, kebahagiaan yang datang kebahagiaan yang kita bagi. Laut tidak kita garis, air kita tidak putus, gunung tidak kita potong di dalam wilayah Bocco Tallu).
Dari tiga butir perjanjian Bocco Tallu tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bahwa yang melatarbelakangi terwujudnya persekutuan antara tiga kerajaan tersebut adalah kondisi Mandar yang kacau akibat perang saat itu. Agar ketiga kerajaan tidak terjebak dalam perang saudara maka antar kerajaan harus saling melindungi ketika ada gangguan dari kerajan lain.