Referensi Moral

Oleh : Ilham Sopu

Bahasa referensi moral, mungkin tidak familiar di telinga kita, bahasa referensi lebih banyak kita dengar dalam dunia tulisan atau dunia akademik, seseorang dalam menghasilkan suatu karya atau sebuah buku, dia banyak mengutip dari berbagai karangan orang lain atau hasil perbincangan itulah menjadi referensi dalam karangannya.

Apa yang dimaksud dengan referensi moral, karena moral itu sifatnya tidak kasat mata, maka agak sulit memberikan penjelasan, seperti halnya referensi dalam suatu buku.

Referensi moral di sini, lebih banyak mengacu kepada person seseorang yang punya kapasitas untuk dijadikan sebagai rujukan atau contoh dalam membentuk suatu peradaban kemasyarakatan atau kebangsaan.

Seperti halnya dalam sejarah kenabian, Nabi menjadi figur sentral atau contoh teladan dalam menerjemahkan visi keislaman yang diterima dari Tuhannya. Kehadiran Nabi dimuka bumi adalah untuk membawa revolusi akhlak, sebagaimana dikatakan dalam hadis Nabi “Bahwa aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.

Keberhasilan Nabi dalam misinya karena sangat tergantung kepada dua hal yaitu ajaran yang dia bawa yaitu ajaran Islam dan akhlak yang dimiliki oleh Nabi. Ajaran agama yang dibawa oleh Nabi adalah ajaran yang sempurna. Ajaran ini dicoba dipraktekkan oleh Nabi selama 23 tahun masa kenabiannya yaitu selama 13 tahun di Makkah dan selam 10 tahun di Madinah.

Nabi tampil membawa ajaran agama dengan mengedepankan akhlak, baik dihadapan para sahabatnya maupun dihadapan orang-orang yang memusuhi Nabi.

Nabi mengajar kepada para sahabatnya, lewat Wahyu yang diterima dari Tuhannya, itu adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh Nabi adalah mencerdaskan para sahabatnya lewat ilmu, dan memberikan visualisasi keilmuan lewat teladan kepada para sahabatnya.

Kenapa ajaran agama yang dibawa oleh Nabi cepat tersebar dan mendapat mengikut yang banyak dalam tempo hanya 23 tahun, karena Nabi memadukan antara aspek keilmuan yang diajarkan kepada sahabatnya dan visualisasi Nabi dalam memberikan contoh atau keteladanan kepada para sahabatnya atau pengikutnya.

Keberhasilan Nabi dalam menjalankan tugas kenabian yaitu menyampaikan risalah yang diterima dari Tuhan, itu tidak terlepas dari ajaran yang dibawa yaitu ajaran sifatnya universal sesuai dengan kondisi tempat dan zaman, ajaran yang fleksibel, ajaran yang dinamis, di manapun ajaran ini disampaikan akan tetap up to date, karena sifatnya universal.

Sebagai bentuk penerjemahan dari ajaran agama, Nabi menerjemahkan ajaran agama lewat visualisasi diri Nabi, di sinilah letak kesuksesan Nabi dalam menjalankan misinya, karena langsung diterjemahkan dalam realitas kemasyarakatan.

Kalau dalam bahasa sosiologi agama bahwa Nabi itu teks keagamaan yang berjalan, Nabi adalah solusi dalam kehidupan bermasyarakat, solusi bagi para sahabat dan ummatnya. Karena dia memberikan penjelasan dari ajaran yang diterimanya melalui wahyu sekaligus memberikan contoh keteladanan kepada para sahabatnya.

Nabi itu referensi moral, moralis sejati, rujukan umat dalam segala aspek kehidupan, Nabi dikenal sebagai “Jamiul kalimi”, dalam memberikan atau menyampaikan ajaran agama punya kelebihan yaitu komunikasinya dikenal sangat padat dan berisi, singkat, mudah dipahami, komunikator yang ulung, itulah yang menjadi senjata Nabi dalam menyampaikan misi kenabiannya.

Pada zaman pra kenabian masyarakat Mekah dikenal sebagai masyarakat sangat pandai dalam membuat syair, bahkan syair-syair pada waktu itu diperlombakan dan digantung di dinding Ka’bah, masyarakat pra kenabian termasuk masyarakat yang maju dalam hal literasi yaitu literasi dalam membuat syair-syair arab.

Oleh sebab itu diutusnya Nabi dengan berbagai mu’jizat yang mendampinginya khususnya Al-Qur’an adalah untuk menjawab realitas masyarakat Mekah pada waktu itu sebagai masyarakat sangat maju dalam bidang literasi sekaligus meluruskan karya-karya atau bait-bait yang keluar dari nilai-nilai moral kemanusiaan.

Keberadaan Al-Qur’an dan Nabi sebagai komunikator Al-Qur’an adalah solusi terhadap masyarakat Mekah, untuk meluruskan pemahaman yang banyak menyalahi ajaran-ajaran agama dibawa Nabi sebelumnya.

Nabi tampil sebagai media komunikator dari Al-Qur’an, dan menyampaikannya ke masyarakat dengan bahasa yang padat dan mudah dipahami oleh masyarakat Mekah. Dengan kualitas kepribadian yang dimiliki oleh Nabi yaitu kejujuran, amanah, komunikatif dan kecerdasannya, memudahkan untuk mensosialisasikan isi pesan yang ada dalam Al-Qur’an.

Itulah misi Nabi, yaitu menyampaikan ajaran-ajaran yang dititipkan Tuhan kepadanya dan tampil dengan sempurna dalam menyampaikan ajaran tersebut, itu karena Nabi memiliki akhlak atau moralitas yang tinggi.

Perpaduan antara ajaran yang agung dan kepribadian yang agung mempercepat misi kenabian yang diemban oleh Nabi, yaitu sukses dalam membangun suatu peradaban keilmuan dan masyarakat berkeadaban yang egaliter, suatu yang masyarakat menjadi rujukan dalam dunia demokrasi, masyarakat plural yang kaya dengan berbagai dengan macam agama, budaya, etnis, itulah masyarakat Madinah yang berhasil diciptakan oleh Nabi.

Membangun peradaban ala Nabi adalah perpaduan antara aspek keilmuan atau perangkat-perangkat rujukan dalam konsep bernegara dengan aspek akhlak, moralitas sebagai rujukan keteladanan, sebagai modal dasar peradaban untuk mempercepat kekuatan peradaban yang di cita-citakan.

(Bumi Pambusuang, 25 Agustus 2024)