Oleh: Fauzan (Aktivis/Pemerhati Budaya)
Penguasa merupakan publik figur yang selalu diperhatikan oleh rakyatnya. Suka atau tidak suka, sengaja maupun tidak disengaja. Penguasa selalu menjadi alasan rakyat untuk bergerak ke manapun arahnya.
Jika penguasa menyediakan uang dan lapangan pekerjaan maka rakyat akan bergerak mendekat. Jika penguasa menyediakan suatu kegiatan dan acara maka rakyat akan bergerak mendekatinya, jika penguasa menyediakan pasar dan toko-toko besar maka rakyat akan bergerak menuju ke sana. Jika penguasa mengiminkan amplop untuk prosesi pemilihan maka rakyat akan bergerak menuju ke sana.
Bahkan jika penguasa melakukan hal-hal buruk sekalipun rakyat tetap akan berjalan bersamaan menuju ke tempat penguasa untuk melakukan aksi protes. Termasuk sampai pada proses penggulingan kekuasaan.
Penguasa merupakan orang-orang pilihan untuk melakukan perubahan dan bahkan diberi peluang untuk menciptakan suatu karya layaknya seniman untuk digunakan dalam kehidupan bernegara. Penguasa banyak melakukan andil untuk negeri ini dalam hal penciptaan sekalipun banyak dari ciptaan yang mereka lakukan kadang kala mengundang banyak sekali dendam dan kekacauan.
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, mereka telah membuat banyak sekali sumber kekacauan. Mulai dari undang-undang nyeleneh dan kontroversial. Indonesia telah mencatat sejak tahun 2019-2024 ada 4 aturan yang sangat merugikan yaitu, Omnibus Law UU Cipta Kerja , UU IKN, KUHP, dan RUU Kementerian Negara (CNN, 2024).
Pada dasarnya penguasa suka membuat sesuatu yang berujung pada kekacauan yang merupakan satu-satunya karya yang bisa mereka ciptakan dan kita harus tetap menerima apapun yang mereka lakukan.
Protes dan melawan, adalah dua kata yang harus selalu digema dan didengungkan pada setiap tarik napas kehidupan. Tapi, sayang seribu sayang penguasa bukanlah seorang pencipta yang baik. Mereka adalah orang-orang yang suka membuat kekacauan dan menyulut emosi tapi tidak suka jika dilawan (Lofland, 2015). Protes bisa dianggap sebagai kata benda dan kerja yang berarti: penyataan pendapat secara beramai-ramai dan biasanya berupa pembangankangan, keluhan, keberatan, atau ungkapan keengganan terhadap suatu gagasan atau tindakan”.
Jika rakyat melakukan protes dan ungkapan melawan itu adalah hal yang wajar dan harus. Penguasa telah memberikan suatu aturan kekacauan yang membuat rakyat secara sadar ataupun tidak sadar bergerak mendekat untuk melakukan kekacauan-kekacauan di dalam dan luar kekuasaan.
Hal ini juga mencakup kekacauan yang terjadi di beberapa daerah di Sulawesi Barat, meliputi wilayah kabupaten Mamuju dan Mamuju Tengah terkait konflik tambang yang melibatkan perusahaan dan masyarakat setempat.
Sebagai seorang rakyat yang sadar akan kelalaian dan ketimpangan yang kerap dilakukan oleh para penguasa, maka tidak ada salahnya jika kita mengangkat tangan untuk melakukan aksi-aksi perlawanan terhadap kekuasaan.
Guru ajari anak kami keberanian. Jangan kau jadikan anak sebagai seorang yang penakut. Takut tehadap penderitaan, takut menentang penindasan dan takut berbuat kebenaran (Prasetyo, 2007). Terhadap siapa saja yang melakukan penindasan dan kejahatan pada rakyat, negara, umat dan bangsa, jangan pernah berhenti untuk meneriakkan perlawanan. (*)