Reporter: Sudirman Syarif
MAMUJU, mandarnesia.com — Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Angraeni memaparkan plus minus jika terjadi perubahan UU dalam Pemilu 2024. Hitungan tersebut disampaikan dalam webinar yang digelar KPU Sulbar “Mencari Solusi Problem Pemilu dan Pilkada 2024 Tanpa Revisi UU”.
Ia menyampaikan, kondisi obyektif Pemilu Indonesia. Kerangka hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota (yang sudah diubah tiga kali dengan UU NO 8 Tahun 2015, UU No 10 Tahun 2016, dan UU No 6 Tahun 2020).
“Pada 9 Maret 2002 satu Pemerintah, badan legislatif DPR, panitia perencanaan UU DPD sepakat untuk mencabut perancang UUpemilihan umum dari prioritas registrasi nasional (Prolegnas) 2021,” urai Titi dikutip mandarnesia di YouTube KPU Provinsi Sulbar Kamis, (26/8/2021).
Pasal 201 Ayat 8 UU Nomor 10 Tahun 2016, Pemungutan Suara Serentak Nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.
Pemilu 2024 akan diselenggarakan menggunakan dasar hukum yang sama dengan Pemilu 2019 serentak Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota 2024 akan diselenggarakan dengan dasar hukum yang sama dengan Pilkada 2020.
Kecuali dalam perkembangannya, terjadi revisi UU Pemilu, revisi UUPemilihan, penerbitan Perpu, atau uji materi di MK dengan putusan yang mengubah klausul dalam UU tersebut.
Ia menjelaskan, plus minus tidak ada perubahan UU, diantarnya kepastian hukum, tersedia sejak awal terkait pengaturan pemilu yang melandasi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024, memudahkan persiapan dan konsolidasi penyelenggaraan dan serta pemilu.
Tersedia waktu yang memadai untuk melakukan pendidikan pemilih, sosialisasi ke pemilihan dan dukungan layanan sektoral kepada partai politik.
Persiapan pemilu lebih matang sehingga mitigasi resiko ke pemilu, manajemen, mampu disusun dan diantisipasi dengan lebih baik dan komprehensif oleh para pihak yang berwenang, teknis hukum politik keamanan dan lain-lain
Quality pencalonan bisa lebih awal terbentuk untuk Pilpres, basis ideologi menjadi lebih mungkin dibangun di antara koalisi partai partai yang ada, dan konsolidasi politik program bisa terbangun sejak awal.
Apa minusnya, kendala dan kelemahan dihadapi pada Pemilu 2019 yang terdahulu potensial terulang kembali, karena pembaruan hukum. Evaluasi yang dilakukan para pihak tidak ada perubahan kerangka hukum yang kuat pada level undang-undang.
Kompleksitas teknis penyelenggaraan dan kontestan siapkan, jadi tantangan besar bagi penyelenggara dan peserta pemilihan. Beban penyelenggaraan bertumpu bisa membuat publik skeptis untuk terlibat dalam proses penyelenggaraan pemilu.
Biaya bisa menjadi makin mahal, akibat upaya menyiasati beban dan kompleksitas teknik yang dihadapi. Kontradiksi dengan kondisi ekonomi yang terpengaruh krisis akibat pandemi Covid-19.
Insentif UU yang tidak berubah, kontradiktif dengan rekrutmen penyelenggara pemilu pada tingkat daerah yang berserakan dan tidak sinkron dengan jadwal tahapan.
“Itu minusnya, karena keterbatasan waktu, sebenarnya itu banyak minusnya,” ungkap Titi.
Implikasi lainnya, adalah ketergantungan dan desakan kepada KPU/Bawaslu untuk melakukan rekayasa terobosan dan inovasi ke pemilihan (Direktorat engineering), khususnya untuk mengatasi kerumitan dan kompleksitas dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 yang beririsan waktu.
Apa upaya yang bisa dilakukan, mempercepat penyelesaian penyusunan peraturan teknis kepemiluan agar kepastian hukum yang ada bisa diikuti aktivitas sosial, diseminasi, pendidikan, dan pelayanan ke pemilu yang dilakukan lebih awal secara efektif dan meluas.
Identifikasi teknologi kembalian cocok dan mampu menopang penyelenggaraan pemilu yang berintegritas, harus dilakukan dan dipetakan secepatnya lebih awal. Sehingga penyiapan sumber daya manusia, skema keamanan, dan kesehatan, serta sosialisasinya berjalan optimal.
Tidak membuka celah penyimpanan penggunaan teknologi rekapitulasi suara secara elektronik, sangat krusial minimal sebagai transparansi dan akuntabilitas pemilu serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi pemilu.
Upaya sungguh-sungguh administrasi dan beroperasi pemungutan dan penghitungan suara di TPS untuk mengurangi beban petugas pemilu.
“Saat ini adalah momen KPU Bawaslu yang paling krusial untuk memikirkan perbaikan dan peningkatan kualitas Pemilu dan Pemilihan 2024, curahkan perhatian konsentrasi dan komitmen maksimal untuk melahirkan kebijakan dan program yang memang menopang praktik pemilu terbaik,” harap Titi.
Hadir pula pemateri dalam Webinar tersebut, Ahmad Doli Kurnia Tanjung Ketua Komisi II DPR RI, dan Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari. Serta komisioner KPU Sulbar, Farhanuddin sebagai moderator