Pak Rasyid menjelaskan bahwa makam ini diyakini sebagai pendatang dari Maros, sebab selama ini mereka yang banyak menziarahi makam ini adalah orang yang berasal dari Maros.
Dari sekian banyak pengunjung yang datang dari Maros itu mengaku mendapatkan informasi tentang situs ini dari mimpi. Mereka bermimpi macam-macam yang intinya menyuruh mereka untuk mencari dimana makam ini berada. Tujuan para pengunjung juga berbeda-beda, ada yang sedang dalam masalah pelik, sakit menahun, jodoh dan lain sebagainya. Kesemuanya itu bisa mereka lalui dan teratasi berkat ziarah ke makam Puangnga I Tammalai ini.
Penulis beranggapan, bisa jadi Puangnga Tammalai ini adalah seorang penganjur Islam yang masuk ke daerah Putta’da dan Sa’dawang, mengingat orientasi makamnya utara selatan. Berbeda dengan makam-makam lain yang orientasi barat timur. Secara umum di Mandar, terdapat banyak makam penganjur Islam yang berasal dari daerah Bugis antara lain dari Maros, Pangkep, Barru, Pinrang dan lainnya.
Belum lagi dalam Lontara’ Pattappingang dikisahkan bahwa Daeng Palulung adalah putra dari Datuk Ri Luwu. Prof. Dr. Andi Rasyid Asba, MA, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Hasanuddin dalam makalahnya berjudul “Filosofi Kekerabatan Politik Tiga Ujung Dalam Membentuk Hubungan Manusia Bugis – Makassar – Mandar” yang disampaikan pada Seminar Nasional Sejarah dan Kebudayaan di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Majene, 29 November 2016 menyebutkan bahwa Daeng Palulung adalah putra Datu ri Luwu yang mempersunting putri raja Bone, Tomesaraung Bulawang sebagai pendiri Kerajaan Sendana.
Daeng Palulung pertama kali mendarat di perairan Batu Mara’dia yang berada antara Labuang Kelurahan Mosso dengan Apoang Desa Bukit Saman saat ini.
(BERSAMBUNG)