Perkampungan Tua Sa’dawang

Bersama anak-anak Putta’da
Bersama anak-anak Putta’da

Pengebirian verbal terhadap makam-makam leluhur itu berlangsung sejak tahun 1973. Situs yang menyimpan harta kekayaan para leluhur itu digali, ditambang dan dijarah habis-habisan.

Tradisi pemakaman para leluhur yang menguburkan jasad bersama kekayaan yang dimilikinya menjadi pemicu munculnya penggalian liar di sejumlah makam tua, tidak saja di Sendana tapi juga di daerah kerajaan lain di Mandar. Hal tersebut terbukti setelah makam ini digali oleh oknum masyarakat yang tak bertanggung jawab.

Tahun 2016 lalu, penulis sempat menemukan oknum penggali makam-makam tua di Sa’adawang ini. Termasuk sejumlah saksi yang mendapati hasil penjarahan benda purba kala tersebut. Ia menceritakan bahwa dari makam Tomesaraung Bulawang, terdapat banyak keramik , emas dan harta kekayaan lainnya yang berhasil dikeluarkan dari makam itu.

Saking banyaknya, barang antik yang bersumber dari sejumlah makam leluhur di Sa’dawang itu diangkut menggunakan truk. Barang-barang itu diangkut malam hari sekitar jam satu dini hari.

Situs Makam Puangnga I Tammalai 

Jam 13.00 kami sudah berada di sebuah makam yang terletak di tengah sawah milik warga. Warga setempat menamainya Makam Puangnga Tammalai. Puangnga Tammalai bukan nama asli melainkan gelar sebab tak satupun yang pernah menjelaskan siapa nama lengkap pemilik gelar Pauangnga Tammalai itu.

Puangnga adalah gelar kehormatan bagi bangsawan yang ada di Sendana sementara Tammalai artinya tidak pulang. Puangnga Tammalai adalah seorang pendatang yang dihargai oleh masyarakat Sa’dawang dan tak pernah kembali ke kampungnya sampai wafat. Ia kemudian dimakamkan pada lahan yang kini jadi persawahan seluas 10 ha.