Perkampungan Tua Sa’dawang

Bersama anak-anak Putta’da
Bersama anak-anak Putta’da

Tak banyak yang tahu, Daeng Palulung dan Tomesaraung Bulawang inilah yang melahirkan I Ta’da, Puatta Sa’adawang, Indara dan Puatta I Pance. Di tempat ini pula, Tomakaka’ Tabulahan bernama Daeng Mangana (Amir, 2016) menunaikan tugasnya sebagai Petaha mana’ Pebisa’ Parandangang (sesepuh yang ditugasi menetapkan batas-batas wilayah). Dan hari ini kami bisa berdialog dengan leluhur orang Sendana itu. Daeng Mangana, Daeng Tumana dan Amana Pahodo adalah sederet nama yang melingkupi perbincangan tentang sejarah awal Sa’dawang ditemukan yang kemudian dikenal dengan model kepemimpian Bawa Tau.

Di Sa’adawang ini, Jika mengarahkan pandangan kea rah barat, seketika itu hamparan laut biru dan pemukiman penduduk Somba terpampang begitu jelas. Demikian juga ke arah utara, akan nampak pegunungan Tubo Sendana yang membujur dari timur laut.

Sementara di bagian barat. Terpampang pegunungan Onang dengan bukit Banua Bab(w)i yang menjulang. Disanalah pemukiman tua masyarakat Karema Tammero’do Sendana. Hal sama jika mengarah ke timur, akan terlihat puncak gunung Kalumammang wilayah Kerajaan Alu.

Boleh jadi alasan inilah yang membuat Tomakaka’ Tabulahan tergiur menjadikan Sa’adawang sebagai tempat peristirahatannya saat menuju ke pesisir. Panorama eksotik Sa’adawang inilah yang memukau orang-orang Tabulahan kemudian menjaganya agar tempat ini tidak dikuasai oleh daerah lain.

Kelak wilayah Sa’adawang ini berkembang dengan sebutan Sendana. Itu berawal, saat tongkat istri Topapo yang diambil dari tangkai kayu cendana dipancangkan di wilayah itu. Tangkai cendana yang ditancapkan itu kemudian lambat laun tumbuh subur dan menjadi pohon yang kian hari kian membesar.  Sejak itu, wilayah Sa’adawang menjadi populer dengan sebutan Sendana.

Sekelumit kisah ini kemudian menuntun kami untuk sampai pada nisan-nisan tua yang orietasinya barat timur. Tersebutlah makam Tomesaraung Bulawang, Makam Daeng Palulung, Makam Daeng Tumana, Makam Daeng Sirua, termasuk makam Puangnga I Tammalai yang berorietasi utara selatan, bukan barat timur. 

Kondisi situs tua yang didalamnya bersemayam leluhur Sendana itu begitu memprihatinkan, berada di antara semak belukar, tak terawat dan hanya terdiri dari  batu sebagai penanda. Mereka terkesan tak punya keturunan padahal dari merekalah trah kebangsawanan itu dikenal dan sampai hari ini masih sangat dijunjung dan memenuhi setiap jengkal wilayah Mandar.