Mengungkap Pusat Peradaban Balanipa – Sendana (Bagian 11) – Penguatan Identitas, Kebhinnekaan dan Kemaritiman Mandar
Reportase: Muhammad Munir
Sepulang dari Pande Bulawang, kami sepakat untuk langsung menuju ke Desa Tangnga-Tangnga Kecamatan Tinambung. Desa Tangga-Tangnga terdiri dari tiga dusun yakni Tangnga-Tangnga, Ba’barura dan Ga’de. Di Dusun Ga’de inilah terdapat muara sungai Mandar yang berjarak 300 meter dari bibir pantai. Desa Tangnga-Tangnga memiliki pelabuhan yang bernama pelabuhan Tangnga-Tangnga (dahulu adalah pelabuhan Napo) yang dibangun di era pemerintahan Raja Balanipa ke empat, I Tandibella Kakanna I Pattang atau Daetta Tommuane.
Kami langsung menuju ke Pelabuhan Tangnga-Tangnga. Menurut salah satu sumber, pelabuhan ini dibangun pada tahun 1615, meski fakta hari ini, pelabuhan yang ada sekarang tentu bukanlah pelabuhan yang dibangun pada masa itu. Pelabuhan hari ini adalah jejak pelabuhan Napo yang diabadikan. Sebab pelabuhan Napo yang asli sudah hilang sebab abrasi.
Pelabuhan Napo
Nun jauh dilepas pantai Tangnga-Tangnga hari ini, terdapat sebuah perkampungan lengkap dengan pelabuhannya. Tempat itu telah menjadi laut karena tergerus oleh abrasi ratusan tahun silam.
Malauyung nama tempat itu, Malauyung adalah jejak perang antara orang Mandar dengan Belanda yang dibantu oleh pasukan Bone. Tempat itu dikuasai oleh Belanda (pasukan Bone) hingga kemudian bisa kembali direbut oleh orang Mandar. Keberhasilan itulah yang menjadi toponimi penamaan daerah tersebut sebagai Malauyung. Malauyung terdiri dari dua kata yakni mala artinya bisa dan uyung artinya ikat. Jadi Malauyung adalah bisa diikat kembali dalam pemaknaan, daerah itu berhasil dikuasai kembali oleh orang Mandar (Ilham Muslimin, 2021).
Di sanalah pelabuhan itu bermula, meski dalam sejarah juga dikenal ada sebuah pelabuhan bernama Galetto yang terletak antara Desa Karama dengan Tammangalle. Pelabuhan Galetto ini boleh jadi tak lagi beroperasi ketika pelabuhan Napo didirikan oleh pemerintah kerajaan (Pelabuhan Galetto akan dibincang di segmen lain).
Di Pelabuhan Tangnga-Tangnga ini tak ada temuan berarti untuk mendukung bahwa pelabuhan ini adalah dermaga tua. Cerita tutur masyarakat setempat memang meyakini bahwa pelabuhan Napo itu dahulu terletak ratusan meter ke lepas pantai teluk Mandar.
Istilah pelabuhan Napo, Malauyung dan Tangnga-Tangnga seseungguhnya adalah nama tempat saja, bahwa substansi dari sebuah pelabuhan adalah penanda bahwa pada masa itu Mandar telah terhubung dengan orang-orang luar. Dan ini dimulai pada periode pemerintahan Daetta Tommuane.
Daetta Tommuane
Daetta Tommuane atau Tandibella Kakanna I Pattang adalah putra Todijallo’ (Arajang Balanipa ke-3), ibunya orang Napo. Pasca meninggalnya Arajang Todijallo, timbul keguncangan di internal kerajaan Balanipa. Keguncangan dipicu oleh siapa pengganti arajang yang tepat dan dapat menjadi pengayom masyarakat.