“Mandar Pos”, Dalam Arus Perjuangan Sulbar (2)

Meski Mandar Pos telah berselang hampir dua dekade hilang dari dunia jurnalistik pasca Sulbar terbentuk, Armin masih menyimpan sampul atau halaman HL media bersejarah ini. Namun kemasan hasil liputan Mandar Pos sesungguhnya menyembul sebagai potret gaya baru dari karya kreatif jurnalistik di jazirah Mandar. Sajiannya dapat dibandingkan tabloid sejenis yang terbit di Makassar saat itu.

***

“Biaya cetak yang kita harap dari biaya langganan nggak bisa terkumpul dengan baik. Entah kenapa, kalau itu yang ditunggu tentu tidak akan pernah kita cetak koran setiap edisi,” papar Watif Waris sebagai Pemimpin Perusahaan.

Mandar Pos yang dananya disokong oleh Watif Waris, Armin dan Syahrir Hamdani. Syahrir rupanya menerima konstribusi Nurdin Halid yang seharusnya merupakan bantuan untuk biaya kuliahnya.

Ketua KAPP Polmas ini saat itu sebenarnya dalam status sebagai mahasiswa Program S2 di Airlangga Surabaya, namun kiriman ‘beasiswa’ total Rp12,5 juta dari Nurdin Halid rekannya di Partai Golkar Sulsel dialihkan untuk biaya cetak Mandar Pos. Sumbangan kuliah ini disebutnya merupakan hasil komunikasi Ibnu Munzir.

Syahrir menyebut saat itu biaya cetak Mandar Pos per edisi sebanyak Rp2,9 juta, tidak termasuk biaya honor wartawan atau reporter.

“Pernah juga ambil dana tabungan haji tahun 2000 istri saya sebanyak Rp20 juta. Saya sempat pusing karena saat waktu pelunasan tiba, saya tidak tahu mau ambil di mana uang ini?” Kenang Syahrir yang kaca belakang mobil Hard Top-nya ditempel stiker putih Mandar Pos.

Mandar Pos diluncurkan kali pertama di Kampus STKIP DDI Polewali (kini Unasman). Acara ini dihadiri K.H. Muchtar Husain, wartawan senior atau dosen dari IAIN Makasaar. Tamu penting ini berasal dari Pambusuang.

Adalah tokoh KAPP Sulbar, Makmun Hasanuddin, sosok pertama yang diantarkan surat kabar ini tak lama setelah lepas cetak pertama kali di Fajar Grafika. “Karena pagar rumahnya masih tergembok terpaksa dipanjati anak-anak. Rumah itu terletak di Garmak Motor Jl. Urip Sumoharjo, Makassar.”

Setelah Sulbar berusia 19 tahun, mungkinkah tabloid yang memiiki riwayat penting dalam arus perjuangan ini bakal dituas kembali. Sebagai medium baru dalam arus media yang kini makin berkembang.

Bila dahulu Mandar Pos lahir sebagai alat propaganda, mungkin esok hari bakal hadir sebagai baluarti cita-cita mulia para pejuang Sulbar. Selayaknya benteng penjaga agar lajur yang diperjuangkan patuh di jalurnya. (*)

Mamuju, 24 September 2023