Mereka hijrah untuk menyelamatkan diri dari aktivitas masif DI/TII dan mencari daerah yang aman sebagai tempat penghidupan yang layak. Mereka hijrah ke berbagai tempat yang berbeda, ada yang ke Sulteng, Kaltim (Samarinda, Balikpapan, Bontang dsb).
Kenyataan inilah yang menyebabkan sehingga di timur dan selatan pulau Kalimantan hingga kini masih banyak dijumpai orang-orang Mandar-Mamuju (Ince Abd. Rahman, 2010).
Kemudian terjadi perpecahan di tubuh DI/TII wilayah Mandar karena persaingan antar pimpinan, yakni Tahir Rachmat dan Sunusi. Perpecahan ini menimbulkan terbaginya pendudukan DI/TII di Mandar terbelah dua dengan sungai Mandar sebagai garis pembatas.
Wilayah Majene dipimpin oleh Sunusi yang berasal dari daerah Tande Majene, sedangkan daerah Balanipa, Lembang-lembang, Tutallu (Tubi, Taramanu, Allu) sampai ke Campalagian dipimpin oleh Tahir Racmat yang berasal dari Balanipa (M. Nurkhoiron dan Ruth Indiah Rahayu, 2012).
Dalam perjalanannya, M. Idris pada akhimya diangkat menjadi anggota TNI. Meskipun tetap menyuplai senjata dan alat perang lainnya kepada gerakan DI/TII ke hutan (kelompok Rachmat). Pada tahun 1958, Kahar memanggil semua barisan komandonya di seluruh wilayah Sulawesi.
Menurut, H. Jere (ajudan pribadi M. Idris Daeng Baso), MT. Rachmat ikut hadir sebagai Komandan Commando Posten II Kabupaten Mandar. Termasuk Sunusi dan sejumlah pasukannya juga ikut.
Dalam kesaksian H. Jere, pada saat selesai rapat di Palopo, Kahar memanggil khusus MT. Racmat dan bertemu empat mata dalam sebuah ruangan. Setelah pertemuan itu, pasukan MT. Rachmat kembali ke Mandar.
Sepulang dari Palopo, hubungan MT. Rachmat bersama sejumlah tokoh berunding mengenai situasi yang kian semrawut. Racmat tau bahwa Andi Selle yang ditugaskan ke Mandar untuk mengamankan Mandar dari gangguan pengikut Kahar rupanya tergiur untuk memperkaya diri dengan cara mengeksploitasi potensi kekayaan alam (terutama kopra, kopi, damar dan lainnya).
Keberadaan TBO Andi Selle semakin menyengsarakan dan menindas rakyat. Itu bisa diketahui dengan meningkat jumlah pengungsi dari kota ke hutan. Terlebih, Andi Selle menjalin kerjasama dengan Kahar, termasuk dengan Sunusi Tande.
Baharuddin Lopa yang saat itu juga ada di hutan bersama Tahir Rahmat dan beberapa tokoh agama seperti Imam Tandung, Annangguru Yaseng dan Umar Mappeabang disuruh ke Makassar.