Galetto, Antara Pelabuhan Kurri-Kurri dan Buku

Wialayah eks Pelabuhan Galetto di Desa Karama (foto insert) Budianto Hakim dkk sedang melakukan pengintaian wilayah permukaan tanah di sekitaran wilayah eks Pelabuhan Galetto.
Wialayah eks Pelabuhan Galetto di Desa Karama (foto insert) Budianto Hakim dkk sedang melakukan pengintaian wilayah permukaan tanah di sekitaran wilayah eks Pelabuhan Galetto.

Jika kita mengambil perbandingan dengan pelabuhan yang ada di Sulawesi pada masa lampau tentunya Kurri-Kurri adalah pelabuhan tradisional yang kecil tidak memiliki sistem pengawasan yang kuat dengan ditunjang armada perang yang tangguh seperti pelabuhan Somba Opu dan Pare-Pare.

Setelah diambil alih oleh pemerintah Belanda fungsi pelabuhan ini hanya sebagai pelabuhan penyuplai komoditi kopra setelah konsesi kebijakan tol laut tahun 1907-1908 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Bisa jadi hal ini yang menjadikan Pelabuhan Galetto dan Pelabuhan Buku jika dicari dengan menggunakan pendekatan literatur-literatur sejarah mapan dan mainstream yang banyak ditulis oleh para sejarawan seperti misalnya karya monumental Tome Pires, Suma Oriental, maka tentu hasilnya adalah nihil.

Bahkan dengan pendekatan ini, mustahil kita akan menemukan sebuah peta jalur perdagangan yang mengarah pada kawasan teluk Mandar.

Dalam Buku catatan ekspedisi yang kemudian dipublikasikan tahun 1915, tercatat bahwa bangsa Portugis adalah pemasok utama komoditas ekspor yang merupakan produk utama dari Kurri-Kurri yaitu “tortoise”, torturugas atau cangkang kura-kura (Penyu) yang dianggap sebagai komoditas terbaik di Celebes (Sulawesi) saat itu melalui pelabuhan Makassar.

Wilayah Kurri-kurri oleh orang-orang Eropa dengan sebutan “Curicuri” dengan komoditas perdagangan antara lain; teripan, rotan, damar, pucuk cendana, kayu putih, kayu manis, rempah-rempah, lada dan lain sebagainya.

(BERSAMBUNG).