Galetto, Antara Pelabuhan Kurri-Kurri dan Buku

Wialayah eks Pelabuhan Galetto di Desa Karama (foto insert) Budianto Hakim dkk sedang melakukan pengintaian wilayah permukaan tanah di sekitaran wilayah eks Pelabuhan Galetto.
Wialayah eks Pelabuhan Galetto di Desa Karama (foto insert) Budianto Hakim dkk sedang melakukan pengintaian wilayah permukaan tanah di sekitaran wilayah eks Pelabuhan Galetto.

Berbeda dengan pelabuhan Kurri-Kurri di Mamuju, jejaknya direkam dalam berbagai catatan sejarah. Pelabuhan ini menjadi pelabuhan yang memiliki peran penting bagi Pelabuhan Makassar dan Pare-pare sebab kedua pelabuhan ini menjadi komoditas barang dagangan dari Mamuju melalui pelabuhan Kurri-Kurri sejak Pelabuhan Makassar belum menjadi kota pelabuhan terbesar pada tahun 1510. Dari Kurri-Kurri-lah hasil-hasil hutan seperti; cendana, rotan, rempah-rempah, kerbau, kopra dan cangkang kura-kura (penyu), disuplai ke pelabuhan Makassar dan Parepare.

Bahkan pelabuhan Kurri-Kurri menjadi pusat transit pengiriman budak yang berasal dari Toraja kemudian kepada pemerintah Hindia Belanda ditukar dengan senjata, amunisi dan sebagian untuk di pekerjakan di tempat tempat tertentu di Afrika Selatan [catatan Bigalke 2006].

Kurri-kurri adalah pelabuhan transit niaga masa lampau tempat terjadinya transaksi perdagangan dengan pedagang lokal maupun dari luar, ini tercatat dalam Ekspedisi Pertama dibawah Cornelis de Houtman ke Hindia Belanda, dalam rangka pencarian sumber rempah-rempah, setelah pendahulunya seorang tabib kerajaan Portugis, Tome Pires telah mendatangi berbagai tempat di Indonesia dan membuat catatan tentang perjalanannya tersebut dan menjadi sumber rujukan buku-buku sejarah saat ini (Suma Oriental).

Dalam ekspedisi yang dilakukan oleh bangsa Portugis pertama kali ke Sulawesi ini menggunakan kapal dagang swasta milik Rodrigo Vas Pereira [Henry James 1822-1893]. Dan tercatat dalam sebuah surat St. Francis Xavier, ke Vatikan Roma bertanggal 27 Januari 1541. Delapan tahun kemudian yaitu pada tanggal 20 November 1548, Gubenur Malaka mengutus seorang misionaris Vicente Viegas ke Makassar bersama seorang ahli Astronomi Manuelo Pinto dan dia pulalah yang telah mencatat dan membuat surat tentang perjalanan tersebut kepada Uskup Goa (India) tanggal 7 Desember 1548.

Ini menyatakan bahwa dalam masa itu perkembangan perdagangan di wilayah Mandar masih sangat didominasi oleh Pelabuhan Somba sebagai bandar niaga terbesar saat itu. Gambaran perdagangan Makassar pada permulaan abad ke-16 ini menunjukkan bahwa Makassar pada saat itu sebagai pusat perdagangan terpenting, yang berkedudukan sebagai pelabuhan internasional dan transito, bukan hanya dikawasan Sulawesi tetapi di kawasan Timur Indonesia.

Mengingat bangsa Portugis adalah anti-Muslim, maka banyak pedagang Muslim yang bermukim dan berdagang di Malaka harus melarikan diri ke pulau Jawa yang sebelumnya menjadi kota transit dagang. Migrasi pedagang Muslim ini pun banyak diikuti oleh pedagang Cina, India, Arab dan pedagang lokal lainnya yang melarikan diri dan memilih berdagang di tempat pelarian pedagang Muslim yaitu di sepanjang pesisir pantai utara pulau Jawa seperti di Cirebon, Demak, Banten sampai ke Sulawesi.

Persebaran rute perdagangan ini memberikan dampak besar bagi kehidupan masyarakat pesisir di pulau Jawa.