Oleh : Muhammad Rahmat Muhtar
Kembali merupa di Ibukota Republik Indonesia. Sungai jadi cermin. Sungai ada dimana-mana. Di desa-desa maupun kota-kota besar. Sepanjang sejarah, sungai telah menjadi urat nadi kehidupan bagi warganya. Baik yang bermula dari pemukiman sederhana sampai menjadi suatu kota besar, maupun yang tetap menjadi desa. Sungai selalu berada di tengah-tengah degradasi perkembangan itu.
Selain sungai Ciliwung yang populer dan sering diberitakan baik pada saat meluap dan banjir kota Jakarta, terdapat berbagai sungai-sungai yang mengalir membelah kota Jakarta, seperti sungai angke, grogol dll. Bahkan puluhan sungai.
Masing-masing area pemukiman mengusung sungai. Semua sungai-sungai bermuara di teluk Jakarta. Sungai-sungai yang selama ini menyediakan panggung sejarah bagi kerajaan Pajajaran, Belanda, Portugis, Jepang dan dari berbagai bangsa yang mempertaruhkan hidup di area tersebut.
Bila memandang dari atas pesawat, Sungai-sungai di Jakarta bagaikan akar dari suatu perhimpunan air ke samudera luas. Poros penyangga maritim. Sebab maritim bukan hanya berbicara laut saja. Konsep maritim selama ini terlalu bermanja-manja dengan laut sehingga mengucilkan peran sungai sebagai suatu poros penyangga.
Hematku, maritim mengandung ke laut-an juga ke sungai-an. Meski terasa ganjil bila kelak direkom menteri ke sungai-an. Tapi saya gembira, sebab berharap sahabatku yang aktif interupsi pada tiap helatan kongres sungai Indonesia, jadi menteri ke sungai-an. Amin.
Jakarta yang dulunya Sunda Kelapa, beralih ke Jayakarta, Batavia dan akhirnya bernama Jakarta. Merupakan pencaran peradaban sungai. Sungai bagai gula yang selalu dan pasti dikerumuni semut. Demikianlah manusia kerumuni sungai, kerumuni air. Selongsongan pula di benak akan Sungai Mandar, Maloso dan Karema di Sulbar. Semua punya sungai, baik kecil juga besar. Ya, Sungai kecil dan sungai besar.
Kalau dulu WS. Rendra pernah bersyair “bersatulah pelacur-pelacur kota Jakarta”. Sungai-sungai Jakarta tidak perlu ambil bagian. Sebab sejak dari dulu sungai-sungai itu bertemu dan bersatu di teluk Jakarta, meski persatuannya sudah tak berdaya lagi oleh pencemaran dan kedaulatan yang sudah terpreteli. Semua punya sungai, seperti sungai-sungai di Jakarta. Entah ada yang sudah kering, dialih fungsi dan ada yang mati.
Jakarta, 13 September 2020
Foto : Sc. GoogleMaps