Oleh: Adi Arwan Alimin
Innalilliahi wainna ilaihi rajiun. Selamat jalan kandaku, sahabatku, juga guruku: Burhanuddin Haruna.
Saya menerima kabar duka ini bakda subuh tadi. Saya memerlukan puluhan menit untuk berkontemplasi. Saya ingin menulis catatan untuk mengantar kepulangan sosok yang begitu mempengaruhi peta jalan di dunia jurnalistik.
Ya, ibarat pemandu bakat rahimahullah Burhanuddin Haruna menemukan Saya sejak masa SMA untuk mengarahkan ke media massa. Dia tertarik dengan beberapa cerita pendek yang saya tulis, yang saya berikan untuk beliau muat di surat kabar mingguan tempatnya menjadi kontributor. Saya pun mulai belajar menulis berita ringan.
Setelah beberapa kali saya menunjukkan contoh tulisan yang dianggap layak muat, dia mengajak saya memasuki dunia jurnalisme secara serius. Saat itu jumlah wartawan di Polewali Mamasa memang masih sehitungan jemari.
Seingat saya, mingguan tempat Kak Bur bekerja adalah Ajatappareng yang berbasis di Sidrap lalu bermetamorfosis sebagai Harian Parepos. Kak Bur juga reporter beberapa koran seperti Kabar Tani dan lainnya.
Tahun 1994 saya diajak mengikuti Pendidikan Latihan Jurnalistik yang digelar PWI Cabang Sulsel, di Sidenreng Rappang. Saya tertarik. Inilah awal saya memegang sertifikat jurnalistik sebagai wartawan muda.
Kanda Burhanuddin memiliki andil besar sejauh ini. Kami lalu ke Sidrap berdua naik pete-pete. Di sana kami menginap di kantor Redaksi Ajatappareng, di salah satu kamar kosong yang masih bagian kantor ini. Kami menggelar karton bekas dan tikar plastik, tidur beralas tas lusuh. Empat malam kami meluruskan badan di ruang sempit itu.
Dia mengatakan, “Ini perjuangan dinda.” Sebagai junior saya mengangguk, dan sangat semangat karena saya diperkenalkan dengan banyak senior di PWI Sulawesi Selatan: Rahman Arge, Syamsu Nur dan lain-lain. Ini jejak paling monumental sebelum saya memutuskan fokus sebagai wartawan.
***
Di masa Bupati Hasyim Manggabarani saya kembali diajak mengelola Tabloid Sandeq Pos. Mingguan yang bersisian dengan masa perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat.
Kanda Bur juga mendirikan Sulbar Pos untuk menjaga komitmennya mendukung perjuangan Sulawesi Barat, dia telah mencetak ribuan eksemplar surat kabar untuk membantu sosialisasi Sulbar. Redaksinya di Jalan Kesadaran Wonomulyo.
Lagi-lagi saya diajak nimbrung untuk membantu redaksional, walaupun saya dan kawan-kawan juga melahirkan Tabloid DEMOKRASI awal tahun 2000-an. Surat kabar ini berbasis di Jalan Kapten Jumhana yang banyak mengulas perkembangan perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat.
Rahimahullah memiliki andil besar dalam perjuangan Sulbar melalui media massa. Yang berbeda kemudian karena beliau tetap bertahan dan beraktivitas di Polewali setelah Sulbar terbentuk.
Apa yang berbeda dari sosok ini? Girahnya pada jurnalistik amat besar, dia tidak hanya seorang wartawan senior tetapi juga berjuang menerbitkan media massa meski berbasis lokal. Saat di Radar Sulbar saya mengajak beliau bergabung, namun semangatnya melampaui batas redaksional hingga tidak begitu lama di Radar. Kak Bur kembali membangun surat baru lainnya.
Kami lalu cukup jarang bertemu ketika saya menjadi penyelenggara pemilu, sedang beliau fungsionaris parpol. Posisi yang sangat dihargainya untuk menjaga sikap profesional dan independensi. Kami justru lebih banyak bertemu di akun Facebooknya yang sangat aktif.
Suatu hari kami ngopi di bilangan Polewali. Pesannya kemudian pada faktor kesehatan. Bahwa kita mesti memperhatikan pola makan, dan pola istirahat agar tetap fight. Beberapa hari ini Kak Bur juga masih aktif menulis status di medsos.
Selamat jalan guru jurnalistik kami. Kak Burhanuddin-lah yang membuka peta jalan dengan segala ikhtiar perjuangan di masa-masa tersulit hingga kita dapat sampai di penghujung umur ini. Dia telah menutup paragraf terakhir dalam tulisan kehidupannya di dunia.
Bagi saya beliau orang sangat baik, sangat care pada orang lain, dan sangat menjaga lima waktunya. Sungguh sangat menyesal saya tidak dapat melihatmu disemayamkan hari ini.
Saya menulis catatan ini, di kota tempat kita pernah merambah belantaranya sambil menjunjung berbuntal surat kabar dari percetakan yang membuat orang-orang memandang dalam pikiran masing-masing. Entah.
Wartawan pejuang itu telah berpulang. Membawa amal jariah dari segala kebaikannya pada siapapun.
Makassar, 12 Juli 2024