“Ussul” Penyu sebagai Maskot Pilkada Sulbar 2024

Muhammad Riswan Alimuddin (Foto: Screen Capture kanal Youtube Mandarnesia)

MANDARNESIA.COM, Polewali — Pemilukada Sulawesi Barat 2024 sudah di depan mata. Berbagai usaha dilakukan penyelenggara dalam menyambut dan menjemput pesta demokrasi di tanah malaqbiq ini.

Salah satunya kegiatan FGD yang dihelat untuk menentukan maskot apa yang layak digunakan sebagai salah satu spirit dalam perhelatan Pilgub Sulbar 2024.

Pada FGD di Hotel Maleo yang dihelat Rabu, (8/5/2024) mencuat salah satu ide atau usulan menggunakan penyu sebagai maskot. Muhammad Ridwan Alimuddin sebagai salah satu narasumber pada FGD menyebut, “Flora Fauna apapun bisa jadi maskot, tapi kalau bisa yang dipakai yang kuat pesannya di luar kepemiluan,” sebutnya melalui WhatsApp kepada mandarnesia.com, Jumat (10/5/2024) .

Ridwan lebih jauh memberikan penjelasan bahwa di Mandar tradisi berdoa lewat menggunakan simbol, yang disebut “ussul”.

“Nah, idealnya itu menjadi semangat dasar dalam membuat maskot Pilgub Sulbar. Berkaitan salah satu usulan, yang menjadi bahan sumbang saran (brainstorming) adalah penyu,” jelas Ridwan

Dia juga menghubungkan soal kepemimpinan di Sulbar, bahwa pemimpinnya harus terlibat aktif dalam pelestarian lingkungan. Bukan hanya masalah sampah, tapi iklim global. Penyu bisa menjadi simbol untuk hal tersebut. Di sisi lain memang ada fakta bahwa penyu itu binatang langka, ironisnya di Sulbar telurnya masih diburu. “Penyu itu binatang yang mengembara, yang kosmopolit.”

“Harapannya, Sulbar juga go internasional, yang harusnya dinakhodai pemimpin yang visioner. Penyu hidup di laut, tapi berkembang atau dilahirkan di darat, itu simbol orang Mandar orang laut,” sebutnya.

Penyu itu berani keluar dari zona nyaman, induk penyu mengubur telurnya di dalam pasir dan kembali ke lautan. Ketika telur menetas, anak-anak penyu berukuran kecil, lemah dan sendirian.

“Tapi itu tidak membuat mereka takut untuk keluar dari zona nyaman,” papar Ridwan.

Dia juga menambahkan Bawah meski hidup di lautan, tidak jarang para penyu juga datang ke pantai. Bukan hanya untuk bertelur, setelah berenang melintasi samudera para penyu ini juga menyempatkan diri untuk istirahat sebelum kembali ke lautan dan melanjutkan perjalanan.

“Penyu memiliki filosofi kesetiaan yang mendalam terhadap tanah kelahirannya. Penyu akan kembali ke tempat di mana mereka ditetaskan,” tambahnya.

Menurutnya penyu melambangkan kesederhanaan dan kerendahan hati. Menjalani hidup haruslah selaras dengan aliran alam semesta. Penyu memiliki daya tahan yang luar biasa. Di tengah persaingan dengan satwa lain, dan lingkungan yang tak bersahabat, binatang ini mampu bertahan.

Lalu bagaimana penyu dalam tradisi kita di Mandar?

“Nah dalam tradisi kita, pernah saya baca di buku biografi Ammana Wewang bahwa konon kalau maraqdia Sendana dilantik, itu salah satu kakinya menginjak penyu. Harapannya, supaya sang maraqdia panjang umur,” jelas Ridwan.

Namun menurut Ridwan bahwa dari sekian makna filosofi yang dimiliki penyu, Ridwan lebih cenderung menggunakan penyu karena alasan universal. Yakni sebagai pesan melestarikan lingkungan hidup, khususnya laut. Saat ini perubahan iklim cukup parah. Dubai banjir padahal tidak ada sejarahnya mengalami begitu. Indonesia juga mulai ada tornado, dan banyak pulau tenggelam.

“Jadi maskot tak hanya sebagai media di kampanye atau sosialisasi pilgub, tapi sebagai sarana menyampaikan semangat pelestarian lingkungan. Demikian pula penggunaan maskot dari simbol lain, hendaknya memiliki pesan-pesan universal. Misal, kalau ada yang pakai pisang, ikan, burung, dan lainnya,” tutup Ridwan. (WM/*)