Laporan: Adi Arwan Alimin (Insight Mandarnesia)
ABDUL Rahim, mahasiswa yang dulu turun ke jalan berdemonstrasi saat perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat itu, sepanjang Sabtu (27/4/2024) pagi memimpin samuh penting di Novotel Grand Syaila Makassar. Lebih 70 orang Kaukus Pejuang Sulbar (KPS) bertemu di bekas Hotel Raodah ini.

Lelaki asal Tutar yang kini menjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulbar itu berperan sebagai moderator rembuk KPS. Di depannya berderet Hamzah Hapati Hasan, Jamil Barambangi, Idris DP, Anwar Adnan Saleh, Mujirin Yamin, Rahmat Hasanuddin, dan Ali Baal Masdar. Di sisi kanan duduk penggagas acara ini, Naharuddin mantan Sekjen KAPP Sulbar.
Acara sebelumnya dibuka Jumat malam, yang dihadiri Pj Gubernur Sulbar Profesor Zudan. Setelah sekian lama baru kali ini eksponen pejuang kembali berkumpul. Menurut Naharuddin, Komandan Barisan Pemuda Pembela Sulbar (BPPS), “inisiasi rembuk itu sebab melihat kondisi Sulawesi Barat yang mesti kembali diarahkan pada jalurnya secara benar.”
Hamzah Hapati Hasan, yang datang setelah beberapa tokoh berbicara langsung membuka ruang dengan pertanyaan tentang, siapa lagi yang akan menjadi pemimpin nomor satu di Sulbar. Sebelumnya saat menuju lantai 2, penulis naik bersama putra mantan Bupati Mamuju ini.
“Saya dahulu dipilih, dan ditugaskan sebagai ketua pansus untuk menggagalkan Sulbar, tetapi akhirnya berdiri juga. Sebenarnya Sulbar ini seharusnya baru layak berdiri tahun 2007, tetapi dengan cara yang dapat dilakukan pihak DPRD Sulsel akhirnya yang melahirkan rekomendasi Sulawesi Barat.” Urai Hamzah mantan Ketua DPRD Sulbar periode awal.

“Untuk ke depan, kalau ada yang masih pejuang kenapa tidak kita mengambilnya sebagai calon pemimpin Sulbar ke depan. Sebab pertanyaannya, siapa lagi setelah ini?” Menurutnya suprastruktur harus dibangun kembali. Infrastruktur politik saat ini dinilainya sudah sangat cukup.