Rupanya setelah dewasa, keduanya dipercaya menjadi pemimpin. I Lopa menjadi pemimpin di Saleko dan I Andada memimpin di Buyung. Antara I Lopa dan I Andada, tidak ada perbedaan kasta atau starata sosial yang berlaku. Keduanya adalah pemimpin yang sederajat.
Dari kedua tokoh inilah lahir semua pemimpin yang ada di Balanipa (Mandar). Bahkan, Abdul Wahid mengaitkan tokoh ini dengan Baharuddin Lopa. Kenapa Baharuddin Lopa menjadi pendekar hukum di Indonesia dan dikenal sebagai sosok yang jujur dan berani, karena ia menggunakan nama leluhur Saleko pada namanya, yaitu Lopa atau I Lopa.
Setelah berdiskusi pajang lebar, tim akhirnya mebahas terkait lokasi ekskavasi yang rencananya akan dilakukan pada lahan kebun warga yang tak jauh dari rumah Abdul Wahid. Usut punya usut, yang punya lahan belum dikonfirmasi. Adam dan Bojes menghubungi pemilik kebun yang ada di Dusun Salibo’o Desa Napo.
Pemilik kebun ternyata tidak ada di rumahnya, ia baru saja ke Mamuju dan pulang dua hari kemudian. Tim akhirnya mencari lokasi lain yang bisa dijadikan obyek untuk sampel Testpit. Hasilnya nihil. Tak ditemukan lokasi yang cocok. Muhammad Adil akhirnya mengambil alih tanggung jawab untuk urusan lokasi. Nanti setelah itu, tim akan kembali untuk melakukan Tes Pit di lokasi warga yang ditunjukkan oleh Budianto Hakim.
Dengan demikian, tim kemudian melanjutkan perjalanan ke wilayah pantai, yaitu Pelabuhan Tangnga-Tangnga, Masjid Kerajaan Balanipa yang juga di Tangnga-Tangnga serta Buttu Ciping lokasi yang dijadikan kawasan Taman Budaya Sulbar.
Dalam perjalanan, penulis teringat dengan salah satu tema diskusi dengan Abdul Wahid, Adil Tambono dan tim, yakni Pande Bulawang. Kajian Pande Bulawang ini rupanya tidak tuntas karena diskusi berubah alur ke hal lain. Pande Bulawang menarik perhatian penulis, sebab dalam berbagai manuskrip tua, nama ini cukup dikenal yaitu sebuah keahlian menempa emas.