Catatan: Muhammad Munir
RIRI AMIN DAUD dilahirkan pada 13 Juni 1927 di Kampung Biring Lembang Balanipa Mandar, sebuah wilayah yang dalam sejarahnya senantiasa mereproduksi pejuang sejak periode kolonial sampai perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Ayahnya bernama Muhammad Daud Puangnga I Lotong dan ibu bernama Sitti Sa’diayah. Tradisi dan karakter pejuang Riri Amin Daud diwariskan secara turun temurun melalui pendidikan keluarga yang berbasis adat dan nilai moral orang Mandar.
Sebagai keluarga yang cukup mapan, Riri Amin Daud dapat menempuh pendidikan formal dan pendidikan islam. Riri Amin Daud merupakan anak kedua dari 6 bersaudara. Ia menikah dengan Rosmani dan memiliki 10 orang anak, di antaranya Muhammad Yus Mustari, Yunus Mustari, Kahar Mustari, Jabir Mustari, Myea Mustari, Khaidir Amin Daud, Itji Diana Daud, Fenti Daud, Ronggur Daud, Buyung Wijaya Kusuma (Muhammad Ronggur Amin Daud, wawancara 23 Mei 2014).
Di usia mudanya, Riri Amin Daud sering di datangi oleh neneknya yaitu Puang Junnia dan Puang Yatia, mereka menceritakan bahwa ayah ibunya (kakek Riri Amin Daud ditangkap oleh Belanda, karena melawan Belanda), bahkan kakek Riri Amin Daud meninggal dalam pembuangan.
Riri Amin Daud masih mengingat pada saat kakeknya meninggal, dia melihat raja membawa pengikat kain kafan, karena pada waktu itu jika ada yang meninggal maka kain pengikat kain kafan dikirim ke keluarganya sebagai bukti bahwa yang bersangkutan sudah meninggal. Jadi dendam orang-orang terdahulu dari keluarganya yang meninggal akibat kekejaman Belanda (Fatmawati, 2002:9).
Pada tahun 1932 sampai tahun 1937, Riri Amin Daud menempuh pendidikan di Vervol School di Campalagian. Di samping menempuh pendidikan formal, Riri Amin Daud juga memperoleh pendidikan agama islam pada sore hari atau pesantren sore. Setelah menempuh pendidikan di Vervol School, Riri Amin Daud kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Rakyat kecil kelas VI merupakan lanjutan sekolah di Majene.
Selepas itu dilanjutkan di Makassar di Normal School 4 tahun. Selama penempuh pendidikan formal di Makassar, ia juga mengikuti kursus-kursus kegamaan (islam) sampai tahun 1942. Hal ini memperlihatkan bahwa Riri Amin Daud di samping memperkuat intelektualitasnya melalui pendidikan formal, ia juga memperdalam ilmu-ilmu agama sebagai unsur penting dalam membangun moralitas. Perpaduan antara pendidikan formal dan ilmu agama inilah yang menjadikan Riri Amin Daud sebagai tokoh berdedikasi, jujur, dan tegas (Fatmawati, 2002: 1).