Tak akan ada yang menyangka bahwa makam sosok manusia yang melahirkan para bangsawan Sendana itu akan setragis ini. Dibawah sana, anak cucunya bergelimang harta dan mendulang segala bentuk penghormatan dari rakyat jelata, hidup tanpa beban. Mereka seakan lupa pada sosok yang menjadikannya terhormat dimata manusia. Lahul Fatihah.
Di situs Tomesaraung Bulawang ini hanya Pak Bahtiar, Ian, Ifa, Pak Rasyid dan penulis yang sempat melakukan pendokumentasian. Tim lain seperti Pak Dahlan, Pak Asis, Bu Tini memilih pulang lebih dahulu. Setelah proses pendokumentasian selesai, kami langsung turun bukit melintasi kembali hamparan sawah warga menuju jalan tani yang sekaligus menjadi akses pulang.
Pak Rasyid memilih rute lain, bukan rute pada saat kami mendaki siang tadi. Menurut Pak Rasyid, jalan ini lebih landai tapi ujung jalan ini agak jauh dari pusat perkampungan Putta’da. Ketika kami berjalan beberapa menit, Pak Rasyid memilih jalan pintas untuk langsung turun ke pusat perkampungan.
Kami hanya ikut saja sebab di fikiran kami, mungkin tak seekstrim rute awal. Tapi subhanallah, jalan pintas ini membuat kami payah. lelah dan letih tingkat akut, Kami bahkan terasa sedang turun tebing. Tapi tak ada pilihan lain lagi selain mengumpulkan sisa tenaga kami untuk bisa tiba di Putta’da.
Setelah 1 jam lebih kami berjalan, merangkak dan melompat diantara pohon-pohon yang jadi pegangan, kami akhirnya tiba. Menit-menit terakhir tiba di pinggiran kampung, penulis harus menggunakan tongkat kayu untuk menopang tubuh saat berjalan menuju ke rumah Pak Rasyid. Dari jarak 50an meter, A’ba Lele, Pak Budi, Pak Amir dan Bu Hapni serta yang lain menyambut dengan tawa melihat penulis dan yang lainnya kepayahan.
Hanya untaian rasa syukur yang terus kulangitkan atas semua limpahan rahmat-Nya sehingga kami bisa sampai dengan energy paling terakhir. Terima kasih Ya Allah.
Suguhan manyang mammis (tuak manis) dari warga membuat penulis terasa segar. Tegukan pertama terasa sangat nikmat, segar dan mengembalikan energy yang sempat terkuras. Sungguh, nikmat yang mana lagi yang kau dustakan?. Inilah sisi lain dari potret kehidupan warga yang mengedepankan nurani dan kemanusiaan.
Semua terasa segar kembali setelah melihat anak-anak juga mulai berkumpul sembari menikmati makanan yang ada. Kepada mereka kami berikan uang jajan sebagai ucapan terima kasih atas segala bantuannya selama perjalanan mendaki sampai kembali turun dari Sa’adawang. Kalian adalah generasi yang dahsyat I
Mengurai Benang Kusut Sejarah Awal Kerajaan Sendana
Sampai saat ini, sejarah awal Kerajaan Sendana sampai saat ini masih menyisakan sebentuk perbedaan yang terus melahirkan perdebatan. Penulis hari ini tentu tak bisa menyalahkan sebab 1 obyek yang sama jika diinterpretasi oleh orang yang berbeda pasti akan melahirkan ragam pendapat, Ini tentu manusiawi.