Melacak Akar Problem Otentisitas Teks-Teks Arab

Tak pelak lagi, keterkejutan dunia saat itu menghentak peradaban yang telah mapan. Rasulullah Muhammad SAW. yang berlatar belakang Arab adalah sosok yang istimewa, apalagi setelah beliau menerima wahyu. Meskipun demikian, bahasa Arab yang dipilih Allah sebagai bahasa al-Qur’an menyisakan ruang yang belum terjamah. Sakralitas atau kekudusan al-Qur’an pada satu sisi menempatkan bahasa Arab sebagai bahasa teologi yang dihormati dan diistimewakan dalam mempelajarinya. Ia memiliki karakter yang sulit ditemukan pada bahasa lain. Namun, pada sisi lain hal itu melahirkan begitu banyak tanda tanya yang berkaitan dengan asal-usul bahasa ini. Sehingga, beragam pandangan muncul seputar dari mana bahasa itu berasal (secara umum) dan bagaimana merunut bahasa Arab hingga ke hulunya (secara khusus).

Salah satu tema yang kerap dijadikan gerbang masuknya upaya-upaya deskralisasi al-Qur’an adalah bahasa Arab. Bahasa Arab adalah bahasa manusia yang digunakan dan dipahami oleh manusia yang memiliki keterbatasan dan kelemahan. Sehingga, ada pihak yang bertanya, bagaimana mungkin Allah yang Mahakuasa dan Mahaagung memakai bahasa manusia yang daif dan penuh dengan kekurangan? Selain itu, dipersoalkan pula tentang intervensi politik dalam agama. Yakni, ketika Khalifah Utsman RA. memutuskan untuk menetapkan satu model mushaf tunggal yang diperpegangi dan dijadikan standar cara baca (qirâ’ah) dan cara tulis (rasm).

Sikap mempertanyakan dan menyayangkan akan sikap sang Khalifah semakin kuat ketika beliau memutuskan untuk membakar semua salinan yang ada, kecuali salinan yang berdialek Quraisy. Sebagai dampaknya, muncul keraguan di kalangan muslim tertentu terhadap integritas mushaf utsmani, seperti kelompok yang dikenal sebagai Mu’tazilah dan Syi’ah. Dengan keputusan kodifikasi mushaf tunggal, Khalifah dinilai oleh kalangan Syiah, seperti al-Qumm, sebagai pemimpin yang telah “memporak-porandakan” tata urutan al-Qur’an (Taufik Adnan Amal, 2001)

Dalam uraian tersebut tampak bahwa bahasa Arab memang menjadi perhatian dan sangat menonjol perannya setelah dipatenkan sebagai bahasa baku al-Qur’an. Sejak itulah, bahasa Arab menjadi kajian para pakar dan berkembang dengan melaju sangat cepat. Tidak saja karena ia berkaitan dengan keimanan, namun karena ada yang istimewa pada bahasa ini dalam perspektif langage sebagaimana diusung oleh Ferdinand deSaussure (Ahmad Zaki Mubarok, 2006).

Problem Keotentikan Teks-Teks Arab

Bahasa itu ibarat gema dari masa silam yang terwariskan melalui tradisi lisan dan tulisan dalam rangka menunjang kehidupan penggunanya. Cerita tentang masa lalu terekam dalam bahasa. Pesan-pesan moral juga terselip melalui bahasa. Dan pada ranah yang lain, hiruk-pikuk tentang hakikat bahasa selalu saja bergemuruh.