Masalah Penyaluran BLT Dana Desa

Oleh: Awaluddin (Koord. forKAP Sulbar)

SEPERTI yang diperkirakan sebelumnya, penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa dibeberapa daerah menuai kekisruhan, diakibatkan semrawutnya sistem pendataan yang dilakukan beberapa oknum aparat yang masih menggunakan 14 kriteria. Begitu pun pada penerimaan Bansos Tunai Dinas Sosial mengalami permasalahan yang sama dengan basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Sistem pendataan BLT DD yang cenderung masih memakai 14 kriteria sejak awal, kami ingatkan dibanyak desa bahwa itu tidak kompatibel lagi untuk dijadikan rujukan karena acuan tersebut adalah acuan PKH dan BPNT. PKH dan BPNT pun sesungguhnya banyak yang gugur jika secara normatif indikator 14 akan diberlakukan apatkah indikator tersebut akan dibawah pada ranah BLT Dana Desa. Sudah kami ingatkan berkali kali tapi dibeberapa desa masih ngotot dengan pendiriannya.

Pada skema bantuan BST yang berbasis pada data Dinsos pun kami nilai sangat parah, akibat disatu sisi Dinas Sosial berkali kali meminta desa untuk memasukkan usulan BST ke kabupaten untuk memenuhi kuota Kabupaten. Sementara sifat data permintaan tersebut belum merupakan sebuah kepastian bahwa nama yang diusulkan akan masuk dalam daftar penerima sementara pada sisi yang lain. Dinsos juga memiliki Basis data lama yang malah lebih dahulu telah dieksekusi masing masing rekening penerima tanpa sepengetahuan pemerintahan desa.

Di sinilah kekisruhan berawal ketika daftar usulan BST dari desa ke Dinsos menimbulkan harapan bahwa semua yang diusulkan belum tentu masuk dalam daftar penerima.
Kondisi ini diperparah, akibat sisa penjaringan data Dinsos yang diusulkan desa ke kabupaten pun ternyata tidak diakomodir oleh Pemerintah Desa dalam daftar Penerima BLT DD dengan alasan tidak memenuhi indikator 14 kriteria, juga karena dikhawatirkan terjadi dobol bantuan.

Pendapat kami, sebenarnya ini tidak perlu terjadi jika Dinas Sosial dan Dinas PMD mencerna dan memahami acuan regulasi dan juknis kementerian yang ada.

Data DTKS adalah pasti merupakan indikator yang berbasis kemiskinan sehingga tidak perlu lagi dikhawatirkan dan langsung bisa di konversi ke data penerima BLT DD. Sisa dilakukan pendalaman dan pencermatan sekaligus penambahan terhadap nama yang sudah bermigrasi ke tempat lain, yang telah wafat, yang sudah mapan, dan lain lain ditambahkan dengan data nama-nama baru yang masuk dalam kategori penyakit kronis, yang terdampak kehilangan pekerjaan, kehilangan mata pencaharian, setalah dimasukkan dalam daftar usulan musdes verifikasi dan validasi.

Pada konteks pendataan manual yang dilakukan oleh tim relawan juga menuai banyak persoalan krusial akibat faktor-faktor relasi sosial (Kekerabatan) yang tidak proporsional dan akibat ini bisa menimbulkan kegaduhan sosial yang tidak perlu, jika para relawan memakai prinsip kehati-hatian.

Solusi Permasalahan

Berdasarkan analisis di atas, kita ingin menawarkan beberapa solusi kepada pemerintah kabupaten untuk mengatasi masalah yang terjadi saat ini, demi kepentingan hajat hidup dan prinsip keadilan.

Pertama, agar pemerintah desa tidak melakukan pengurangan kuota jumlah penerima, bahkan kalau perlu ditambah volume KK-nya. Berdasarkan regulasi yang pada klausul desa bisa melakukan diskresi penambahan volume persentase dana desanya atas persetujuan camat dan bupati.

Sisa daftar usulan hasil musdes yang tidak terakomodir di-take over oleh dana refocusing pemkab dalam bentuk skema BLT APBD 2. BPD bersama Pemdes melakukan evaluasi total terhadap dinamika yang berkembang pada penyaluran BLT DD tahap pertama, agar dilakukan revisi dan perbaikan agar nama-nama yang ditengarai tidak valid dalam penyaluran tahap pertama ini dibawah kembali ke musdesus untuk direvisi sehingga pada penyaluran tahap kedua, nanti nama-nama yang tidak valid tersebut tidak bisa lagi menerima dan digantikan dengan nama-nama usulan baru yang lebih berhak.

Kami selaku Kordinator Forum Kajian dan Analisis Kebijakan Publik (forKAP Sulbar) mendesak pemerintah kabupaten segera membenahi kekisruhan ini, agar pada proses penyaluran tahap berikutnya tidak terjadi lagi. Semua harus didasar pada bukti-bukti buka pada teka teki, apalagi KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme).*