Makam Raja-Raja Sendana Dibalik Semak Belukar

Mengungkap Pusat Peradaban Balanipa – Sendana | Penguatan Identitas, Kebhinekaan dan Kemaritiman Mandar | Bagian 23

Reportase Muhammad Munir

 

Tepat jam 11.00, Kampung Palipi kami tinggalkan menuju ke Podang Desa Banua Sendana. Ini adalah kunjungan kedua setelah dua hari sebelumnya kami mengintai titik perkampungan tua yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sendana pada awal pindah dari Sa’adawang ke Podang. Pengintaian dilakukan mulai dari situs batu Battayang sampai ke Kompleks Makam I Pura Para’bue.

Desa Banua Sendana ini adalah salah satu desa hasil pemekaran dari Desa Putta’da. Di Desa ini juga terdapat Makam Puatta di Podang yang dicatat dalam sejarah sebagai Koordinator Hadat sekaligus didapuk sebagai Mara’dia Sendana menggantikan Daeng Maritu. Puatta di Podang adalah pemegang mandat para pemangku adat di Sendana untuk menjadi mara’dia pertama di periode Podang sebagai ibu kota kerajaan.

Untuk hari ini penulis mengarahkan tim untuk mengintai kondisi Makam Raja-Raja Sendana yang terletak sekitar 1 km dari bukit pemakaman I Pura Para’bue di Banua. Sebelum menuju ke Kompleks Makam Raja-Raja Sendana, penulis singgah di rumah Hasan, untuk meminta beliau mengantar tim ke kompleks makam.

Pak Hasan segera bersiap mengantar kami ke lokasi makam. Makam Raja-Raja Sendana berlokasi di Dusun Podang, tak jauh dari kompleks perkampungan warga. Kami berjalan kaki menyusuri jalan setapak sekitar 500 meter. Tiba di lokasi, lagi-lagi kami tercengang melihat pemandangan disekitar makam. Untuk melihat langsung makam Raja-Raja Sendana, kami harus menerobos belukar diantara pohon-pohon kayu besar. Sungguh pemandangan ini menjadikan penulis sugiging ditempat.

Tega-teganya turunan mara’dia membiarkan makam leluhurnya medekam dalam kebisuan diantara rimbun pohon dan belukar. Diamana hati nurani  anak cucunya?, apa yang mereka pikirkan saat ini? Apakah leluhur yang telah berdarah-darah membangun peradaban mala’bi’ ini harus dibiarkan merana seorang diri?. Sederet pertanyaan itu muncul bukan lagi menggugah, tapi sekaligus menggugat.

Dari Banua, ke Sa’dawang sampai kembali ke Podang. Kami menemukan kondisi makam-makam leluhur Sendana yang tak terurus setelah sebelumnya dijarah oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Secara umum, makam leluhur orang Sendana dilingkupi dengan galian liar yang dipastikan sebagai model penjarahan isi makam yang memang banyak mengandung barang-barang berharga yang punya nilai jual tinggi.

Tapi tidak mesti penanda atas jejak mereka harus dibiarkan terlantar begitu saja. Bagaimanapun, mereka adalah sosok yang telah banyak berjasa dalam melanggengkan sejarah panjang peradaban ini. Mereka telah menghibahkan diri mereka meregang nyawa, berkalang tanah untuk menjadi kehidupan baru, mulia dan terhormat bagi anak cucunya. Tapi fakta hari ini sungguh merupakan sebuah kedurhakaan yang terus dipelihara. Tentu kita berharap, mereka tidak melakukannya dengan bangga, apalagi bahagia. Sebab bagaimanapun, ini mesti diakhiri. Jika tidak,maka sejarah akan menggilas. Itu artinya, kehormatan itu tak lagi layak tersematkan pada setiap pola dan laku para bangsawan di negeri ini.    

Semoga tulisan ini tidak menjadi pemicu amarah, tapi sebagai pemantik untuk kembali MEMULAI. Bukankah kata MEMULAI, tidak harus dimaknai berangkat dari titik NOL tapi bisa juga dikatakan MELANJUTKAN ? . Mari kita MEMULAI sebab sebelumnya memang sudah ada yang melakukan. Apapun itu, kita patut bersyukur bahwa hari ini, kita masih memiliki komitmen untuk terus mewariskan sesuatu yang penting bagi keberlanjutan generasi yang memiliki kecintaan pada sejarah.

Tugas kita sebagai orang tua, kakak, ataupun sebagai pemerintah mestinya menjadikan sejarah dan segala artepaknya sebagai upaya kolektif mengenalkan kebudayaan leluhur pada setiap generasi yang lahir dari rahim negeri ini. Jangan biarkan anak cucu kita terlahir dalam kondisi tidak mengenal Perru’dusang !.

Apakah layak, makam seorang raja dibiarkan terlantar dan terabaikan?

Di situs makam Raja-Raja Sendana ini, kami melakukan aktifitas riset sembari mengirimkan doa kepada segenap leluhur masyarakat Senda (baca: Mandar). Sebagian besar situs di sini kami dokumentasi dan berharap ada upaya dari berbagai pihak untuk bisa mengkostruksi kembali makam-makam yang telah rusak dan berserakan.