Pak Budianto Hakim mengatakan, bahwa makam-makam yang terbongkar dan berserakan itu bisa dibangun ulang dengan menggunakan bahan aslinya. Kami keluar dari Kompleks Makam tepat jam 12.00 (dhuhur) dan beranjak mengtari lahan-lahan warga yang terdapat di sekitaran kompleks. Perkampungan tua umumnya tak jauh dari tempat mereka berdomisili. Kami membutuhkan lokasi satu titik lagi untuk ekskavasi atau tespit.
Perjalanan pulang dari kompleks makam, kami menemukan sejumlah singkapan keramik dan gerabah pada lahan yang tak jauh dari rumah-rumah warga. Lahan itu juga terdapat di kaki bukit yang memungkinkan menjadi kawasan perkampungan, terlebih ada sungai kecil mengalir tepat dikaki bukit yang sekaligus menjadi lokasi tespit. Setelah mendapatkan lokasi testpit, kami kemudian istirahat untuk sholat dan makan siang.
Tepat pukul 14.00, kami kembali ke loaksi untuk melakukan testpit. Pak Hasan menjadi penanggung jawab atas lokasi yang akan kami gali. Proses penggalian berlangsung sekitar 3 jam dengan kedalaman 60 cm. Penmuan fragmen keramik di permukaan tidak ditemukan pada penggalian, sehingga dipastikan bahwa kampung tua yang menjadi titik hunian awal itu masih tetap berada di bukit, bukan di areal dataran.
Hujan menyertai kami saat pulang dari lokasi testpit. Sebelum pulang, kami sempat diskusi dan ngopi di rumah Hasan, Beliau memberikan sejumlah bongkahan batu mulia asal Sulawesi Tengah, mulai dari bongkahan sojol sampai Morowali. Terima kasih Pak Hasan. Sehat selalu dan sampai jumpa.
Kuliner Tui-tuing
Kami meninggalkan rumah Pak Hasan di Banua Sendana tepat jam 16.30. Kegiatan selanjutnya adalah mengunjungi pusat kuliner tui-tuing di daerah Somba. Dari awal kegiatan di Sendana, kuliner ini menjadi target terakhir bagi tim sebelum akhirnya kembali ke Makassar.
Kuliner Tui-Tuing adalah salah satu kawasan yang ada di wilayah Somba Kecamatan Sendana yang menjadikan Tui-Tuing (Ikan Terbang) sebagai sajian utama dan menjadi ikon Kawasan Wisata Kuliner Mosso di Sendana Kebupaten Majene. Keberadaan warung-warung penjual ikan terbang dan kepulan asap di sepanjang jalan akan tampak dari kejauhan jejeran warung dan kepulan asap dari masing-masing warung penjual ikan terbang.
Asap tersebut terbentuk karena cara memasak ikan terbang yaitu melalui pengasapan, bukan digoreng maupun dibakar. Ikan terbang akan matang akibat panas yang timbul dari proses pengasapan tersebut. Cara mengasapinyapun mudah. Sebelum diletakkan di atas rak pengasapan yang terbuat dari bambu (sekarang ada yang dari kayu dan besi), ikan terbang terlebih dahulu direndam di air garam. Setelah itu diletakkan di atas rak pengasapan hingga ikan berwarna kecoklatan. Kayu yang digunakan untuk mengasapi ikan tuing-tuing ini biasanya adalah kayu bakau atau kayu mangrove.