MANDARNESIA, Majene – Bertempat di Pantai Barane, Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) melakukan sosialisasi akan pentingnya upaya konservasi lingkungan. Dalam hal ini penyelamatan biota laut sebagai salah satu rantai kehidupan di kawasan laut, Sabtu, 4 Juni 2022.
Kegiatan diikuti oleh mahasiswa, Komunitas Kobar Lestari (Komunitas Barane Lestari), anak-anak pesisir dan Dosen Perikanan Unsulbar. Acara ini bertema Konservasi Penyu, Sosialisasi dan Pelepasan Tukik di Pantai Barane, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.
Tujuan dari kegiatan meningkatkan kepedulian masyarakat dalam upaya konservasi untuk menjaga kelestarian penyu dan alam. Serta kerjasama dengan komunitas lokal dalam upaya pelestarian agar lebih masif lagi melalui penandatanganan Nota Kesepahaman antara Jurusan Perikanan Universitas Sulawesi Barat dengan Komunitas Kobar Lestari.
Poin pentingnya, penyampaian hasil dari penetasan telur penyu yang ditemukan pada 11 April 2022, penandatanganan nota kesepahaman serta sosialisasi konservasi penyu.
Koordinator Pelaksana, Chairul Rusyd Mahfud, SPi., MSi, menyebutkan bahwa telur penyu itu ditemukan dengan jumlah 104 butir. “Ditemukan di sekitar Pantai Barane dengan jenis penyu Lekang. Penyu yang diharapkan dapat dilepaskan ke laut hari ini, gagal menetas sehingga kita tidak bisa melepasnya. Hal ini diantaranya disebabkan oleh faktor alam yang mempengaruhi penetasannya. Semoga kita dapat terus melestarikan penyu yang ada di Indonesia,” harap Chairul.
Hasria, Ketua Komunitas Kobar Lestari dan Mahasiswa Jurusan Perikanan, Universitas Sulawesi Barat menyatakan bahwa telur-telur penyu yang ditemukan biasanya menetas dalam waktu 54 hari.
“Namun karena kondisi cuaca yang beberapa waktu ini sering hujan, sehingga penetasan penyu kali ini tidak maksimal,” sebutnya.
Sementara Dr. Nur Indah Sari Arbit, S.Si, M.Si., sebagai Kajur Perikanan, Fakultas Peternakan dan Kelautan, Universitas Sulawesi Barat, dalam sambutannya menjelaskan bahwa penyu merupakan hewan yang terancam punah.
“Majene merupakan daerah yang memiliki banyak jenis penyu, dari enam jenis penyu yang ada di Indonesia terdapat tiga jenis penyu di Majene, yaitu Penyu Sisik, Penyu Lekang, dan Penyu Hijau. Sosialisasi dari jurusan Perikanan ini dilakukan agar masyarakat sekitar dan anak-anak pesisir mengetahui pentingnya pelestarian penyu yang ada,” jelasnya kepada mandarnesia.com melalui rilis yang dikirim ke redaksi.
Sementara Andi Arham Atjo, S.Kel., M.Si., Dosen Perikanan Universitas Sulawesi Barat mengapresiasi Komunitas Kobar Lesatari dalam upayanya menjaga hewan yang terancam punah ini. “Apresiasi kami berikan kepada Kobar Lestari dalam upayanya melestarikan penyu. Dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia, Indonesia memiliki enam jenis penyu yaitu penyu tempayan, penyu belimbing, penyu pipih, penyu sisik, penyu lekang, dan penyu hijau. Penyu merupakan hewan yang dilindungi oleh Undang-Undang, tidak dapat diperdagangkan dalam bentuk apapun,” jelasnya.
Ditambahkan Andi Arham faktor-faktor yang dapat mendegradasi tempat peneluran penyu diantaranya, pembangunan tembok-tembok laut yang menyebabkan berkurangnya tempat peneluran penyu (nesting area), kebersihan pantai, kondisi alam.
“Pentingnya penyu bagi ekosistem untuk mengontrol populasi ubur-ubur yang dapat mengganggu jika jumlahnya terlalu banyak, mendisribusikan nutrient dari laut ke darat (telur penyu yang tidak menetas dapat menjadi pupuk alami), mengontrol keberadaan alga pada terumbu karang yang sangat penting bagi produktivitas ikan,” tambah Andi Arham.
Tantangan yang dihadapi dalam proses upaya konservasi adalah masih lemahnya pengawasan dari pengampu kebijakan, kurangnya kolaborasi untuk pelestarian penyu, kebersihan lingkungan (daerah penetasan), rendahnya kesadaran masyarakat dalam pelestarian penyu, dan lokasi peneluran penyu yang jauh dari teknologi sehingga pendataan tidak maksimal. (wm/ris/*)