Mahasiswa Dalam Pusaran Perjuangan Politik

Oleh: Fauzan Azima (Netizen)

Sejarah politik bangsa tidak pernah lepas dari perjuangan kaum muda. Pemuda merupakan sebab sekaligus akibat berbagai macam pergerakan yang dilalui oleh republik ini.

Pemuda tidak pernah absen untuk ikut andil meneropong dan membuka lembar demi lembar untuk membaca kondisi bangsa ini di masa lalu, masa kini hingga masa yang akan datang.

Memasuki usia Kemerdekaan RI ke-79, tepat 4 hari setelah pengibaran bendera pusaka di seluruh penjuru negri, pemuda dan mahasiswa menyambutnya dengan pendidikan jalanan.
Buntut dari pergolakan nasional yang terjadi di pusat yakni putusan Mahkamah konstitusi yang mengeluarkan “Putusan MK Nomor 60 soal pencalonan kepala daerah dan Nomor 70 soal syarat batas usia.”

Keputusan MK yang kemudian ingin dianulir oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI melalui sidang paripurna. Upaya yang dilakukan oleh DPR-RI di anggap merusak dan menginjak-injak konstitusi negara dan membatasi perkembangan demokrasi Indonesia.

Perkuliahan lantas di buka di jalan-jalan raya. Di depan gedung DPR-RI pusat dan bahkan di daerah-daerah. Masuklah para tokoh publik figur (kecuali penguasa dan pengusaha) sebagai dosen terbang dan berbagai elemen pemuda menjadi santrinya.

Perlawanan demi perlawanan bergejolak di mana-mana. Mulai dari teori kontemporer parlemen jalanan sampai pada teori perlawanan kritik modern melalui sosial media (sosmed) masing-masing pejuang.

Sekalipun gelombang perjuangan dan perlawanan pemuda banjir di mana-mana, tapi tidak pernah terasa sama dari periode perjuangan sebelumnya. Bahkan cenderung beda dan tak menghasilkan apa-apa.

Terdengar menyakitkan tapi beginilah kondisi sebenarnya.

Setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Peribahasa yang sangat sederhana tapi maknanya tak pernah dicermati dengan seksama. Mari kita intip kembali sejarah perjuangan pemuda dari masa ke masa.

Perjuangan Pemuda 20 Mei 1908 di masa pendirian organisasi Budi Utomo oleh Dr. Soetomo dan kawan-kawan memicu perubahan besar berdiri nya organisasi daerah (Organda) pertama di Indonesia.

Meliputi Jong Java, Jong Sumateran Bond, Jong Minahasa dan Jong Celebes. Sekaligus menjadi pemicu berkembangnya cita-cita pendidikan dan kebudayaan di Indonesia.

Perjuangan selanjutnya adalah di zaman pencetusan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menjadi tonggak persatuan seluruh pemuda di Indonesia.

Setelah itu perjuangan pemuda angkatan 66 pada tahun 1966 yang merupakan proses awal berdirinya pergerakan mahasiswa secara nasional atas perlawanan rezim orde lama. Disambung dengan pergerakan mahasiswa angkatan 98 yang terjadi pada tahun 1998 di mana para pemuda dan mahasiswa menumbangkan rezim orde baru.

Lantas bagaimana dengan perjuangan dan pergerakan pemuda di masa setelah rezim orde baru? Pertanyaan ini yang kemudian menjadi dilematis untuk dihadapi.

Karena agaknya masa pergolakan nasional yang dilakukan oleh parlemen jalanan telah mencapai puncaknya pada tahun 1998. Setelah itu pergerakan parlemen jalanan mulai tahun 2000-an mengalami penurunan drastis sampai hari ini dari Marwah perjuangan parlemen jalanan yang sebenarnya.

Bahkan perjuangan di jalanan hanya menjadi momentum mahasiswa untuk sekedar terjun dan berorasi di jalanan. Asal ada dokumentasi dan absen pernah berparleman di jalanan. Tidak penting bagaimana hasil akhirnya.

Penurunan marwah perjuangan parlemen jalanan mahasiswa banyak terjadi setelah mencapai puncaknya di era 98. Mahasiswa pada tahun milenium sampai hari ini hanya sekedar mengikuti sikap heroik yang terjadi di lapangan. Perbedaan yang sangat jauh di lihat dari hasil akhir yang terjadi setelah perjuangan itu.

Hasil dari parlemen jalanan mahasiswa milenium terbilang cukup nihil.

Hal ini menjadi ambigu. Apakah kemudian teori aksi kontemporer memang tidak cocok digunakan di zaman modern ini?

Atau mungkin para rezim memang lebih cerdas dari demonstran? Atau memang ada virus demonstran pragmatis yang menjangkit di tubuh para pejuang?

Sehingga muncul pertanyaan yang lebih kompleks. Mahasiswa hari ini berjuang untuk kepentingan politik rakyat atau kepentingan politik diri sendiri?

Pertanyaan inilah yang kemudian harus menjadi perhatian utama para mahasiswa dan pemuda. Haruskah mengubah pola perjuangan sesuai zaman atau memang harus ada upaya untuk mengembalikan muruah perjuangan.

Mahasiswa zaman kini harus mampu menjawab semua pertanyaan ini sehingga gerakan mahasiswa tidak menjadi bulan-bulanan komentar buruk netizen Indonesia. (***)