Kisah Finni dan Mimpi yang Tertunda

Cerpen: Finni Oktavia

Namaku Finni lahir di bulan Oktober itulah kenapa mama-papa memberiku nama Finni Oktavia, aku anak kedua dari empat bersaudara, tiga perempuan, dan satu laki-laki, lahir di Salumayang, 30 oktober 1997. dan aku ingin menceritakan sedikit kisah hidupku.

Jam empat sore, seorang bayi perempuan dilahirkan. Di situlah awal saya menghirup indahnya dunia ini, saya dibesarkan oleh kedua orang tua dengan penuh kasih sayang. Pada saat saya berumur empat tahun ibu saya megandung dan melahirkan bayi laki-laki dan itu menambah kebahagiaan keluarga kami karena kebetulan kakak dan saya dua-duanya perempuan. Walaupun ada rasa cemburu karna saya berfikir dia akan lebih disayang oleh mama dan papa.

Hari terus berganti , kini usia saya meginjak enam tahun karna kasih tuhan pada keluarga kami mama melahirkan bayi perempuan lagi dan dia menjadi adik bungsu kami. Setelah sebulan mama melahirkan, mama jatuh sakit dan bidan menyatakan bahwa mama tidak bisa melahirkan lagi karna fisiknya terlalu lemah untuk memiliki anak lagi. Saat itu kehidupan kami mulai berubah karna mama sakitnya makin parah, mama berulang kali dibawa ke rumah sakit tapi bukanya sembuh malah makin memburuk.

Melihat kondisi mama yang tidak ada perubahan, papa memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit yang lebih baik, melihat jarak rumah sakit dan kampung kami sangat jauh, papa memutuskan untuk menitip kami ke tante dan nenek kami, papa tidak akan sangup menjaga kami berempat ditambah lagi kondisi mama yang sedang sakit. Dan papa memutuskan untuk menitipkan kakak di rumah nenek karena kakak saya orangnya pendiam dan penurut, nenek saya orangnya sedikit cerewet jadi akan lebih baik jika yang tingal sama nenek adalah kakak.

Karena kakak tingalnya sama nenek, saya harus tingal bersama tante dan kedua adik saya ikut papa dan membawa mama ke rumah sakit yang ada di Kota Mamasa. Waktu itu saya ingat betul, sore hari papa megantarku ke rumah tante, kami melewati jalan setapak, tangan saya digengam oleh papa sambil berkata , “selama kamu tingal di rumah tante kamu tidak boleh bandel  kamu harus mandiri dan menuruti semua perkataan tante ,kamu dengar kan apa yang papa bilang barusan” tegas papa.

Sambil melihat sawah yang padinya mulai meguning saya jawab “iya pak, saya dengar” jawabku.

Kaki kami terus melangkah, dan akhirnya tiba juga di rumah tante yang bersaudara dengan mama. Tante dengan ramahnya mempersilahkan kami masuk dan kami pun duduk di kursi yang terbuat dari kayu.

Saya duduk berseblahan dengan papa, tante dan papa berbincang panjang lebar soal mama yang mau dibawa ke rumah sakit. Dan pikiran saya melayang memikirkan bagaimana bisa melewati setiap hari tanpa mama di samping saya.

Hari mulai gelap, papa pamit untuk pulang, karena esoknya papa dan mama akan berangkat ke rumah sakit.

Saya berbgai kamar dengan anak tante, karena kebetulan anak tante juga perempuan dan saya seumuran hanya beda dua hari. Oh iya, nama anak tante saya Wilda Almery Cristy kata tante artinya tuhan yang memberi.

Hari kedua saya di rumah tante saya tidak perna merasakan rindu karna tante , om dan kedua sepupu saya sangat sayang pada saya hampir lupa tante punya dua orang anak dan keduanya perempuan.

Saya selalu berfikir mungkin saya akan tingal di rumah tante cuma satu minggu, tapi mama belum sembuh- sembuh. Dan tidak terasa sudah satu bulan saya tingal di rumah tante dan fikiran saya mulai kacau, rasa rindu yang sudah tidak tertahankan juga dua hari lagi saya harus mendaftar ke sekolah dasar.

Rindu itu terobati karna sore itu papa datang menjenguk saya, saya berfikir mungkin saya akan dibawa pulang untuk berjumpa dengan mama dan kedua adik saya, tetapi teryata papa datang menyatakan bahwa kondisi mama masih belum sembuh, dan papa mengatakan pada tante untuk mendaftarkan saya karena besok dia harus kembali ke rumah sakit.

Besoknya tante membawaku dan sepupuku ke sekolah dasar yang ada di kampung kami untuk mendaftarkan kami berdua.

Hari terus berganti dan kami sudah satu minggu duduk di bangku sekolah dasar, pada hari minggu saya dan sepupu seperti biasanya pulang, kami melewati sawah yang menghijau dan angin yang bertiup sepoi-sepoi mengobati hati saya yang sangat rindu dengan mama, kaki kami terus melangkah tanpa ada suara yang terdengar diantara kami berdua. Alangkah terkejutnya saya ketika sampai di rumah tante melihat wanita yang sedang duduk di bangku ruang tamu tante itu adalah wanita yang sangat saya sayangi melebihi diri saya sendiri itu adalah mama.

Saya memeluknya tanpa ada kata yang keluar dari mulut saya hanya air mata yang menetes seperti derasnya air hujan setelah musim kemarau berlalu.

Saya lalu dibawa pulang oleh mama dan papa, sampai di rumah saya mendapati kedua adik saya langsung kupeluk dan menciuminya. Malam pun tiba setelah kami makan malam saya menuju tempat tidur yang sudah lama ditinggalkan, hampir dua bulan. Saat saya ingin memejamkan mata saya teringat dengan tante dan kedua sepupu saya karena selama satu bulan lebih di rumah mereka saya dianggap bagian dari keluarga mereka dan itu membuat saya tidak akan lupa dengan kebaikan hati tante sekeluarga dan pengalaman ini tidak akan pernah saya lupa.

Tahun terus berganti, kini saya akan memasuki sekolah menengah pertama masa dimana saya harus semakin giat belajar dan mulai berfikir mengenai jurusan yang akan saya ambil jika saya sudah masuk ke sekolah menengah atas. Dan saat itu saya memutuskan masuk ke sekolah kejuruan dan memilih jurusan perkantoran setamat SMP. Tidak terasa waktu terus berjalan akhirnya tiga tahun sudah berlalu dan saya akhirnya akan memasuki sekolah menengah atas.

Saya dan orang tua memutuskan untuk mendaftarkan saya di sekolah yang dekat dengan kampung saya karena selain kekurangan biaya saya juga rindu bila harus terlalu jauh dari orang tua.Tapi karena sekolah yang saya tempati hanya punya satu jurusan terpaksa saya memilih jurasan itu dengan ikhlas. Jurusan di sekolah yang saya masuki hanya memiliki jurusan peternakan, jurusan yang tak pernah saya pikirkan sebelumnya, untuk saya pilih jika saya sudah memasuki sekolah menengah atas. Bahkan bertolak belakang dengan apa yang saya cita-citakan selama saya duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Kini keinginan saya untuk kerja di kantor hanya angan-angan yang tak akan tercapai .Tiga tahun di bangku sekolah menengah atas saya melalui hari-hari yang berat karna selain saya susah beradaptasi dengan jurusan yang saya ambil, saya juga harus membagi waktu dengan tugas yang sangat banyak dan pekerjaan rumah karena saya tingal di rumah kepala sekolah.

Saya harus pandai membagi waktu, megerjakan tugas dan membereskan rumah, rasanya begitu sulit untuk saya lalui tapi satu yang selalu saya ingat, saya lahir untuk membahagiakan kedua orang tua saya  saya tidak perna berfikir sedikit pun untuk membuat hati mereka kecewa.

Akhirnya dengan nilai yang cukup memuaskan saya tamat dan akan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, setelah tiga tahun saya melalui hari-hari yang begitu sulit karna jurusan yang saya ambil tidak sesuai dengan keinginan saya. kini tiba waktunya saya mendaftarkan diri ke universitas yang saya ingin tempati. Sebenarnya saya ingin megambil jurusan yang sama sewaktu di SMK, namun takdir berkata lain.

Saat paman saya memperlihatkan formulir, entah kenapa hati saya malah ingin memilih jurusan Bahasa Indonesia, sama sekali tidak pernah terlintas di pikiran saya untuk menjadi seorang guru. Yang menurutku itu pekerjaan yang tidak ingin saya lakukan, tapi jujur saya sangat suka sastra walaupun saya tidak ada bakat, saya juga orangnya pemalu tapi entah kenapa saya sangat menyukainya.

Dan hingga saat ini saya masih menyukai jurusan itu, walaupun tidak pernah terpikir untuk menjadi seorang guru, tapi saya tidak pernah menyesal dengan apa yang sudah saya putuskan, karena saya percaya kata hati dan saya juga percaya ini adalah rancangan tuhan untuk hidup saya .

Saya hanya perlu membiarkan tuhan berkarya dalam hidup saya dan menerima semua yang dikehendaki untuk saya. Walaupun impian saya ingin jadi pegawai kantor tertunda tapi saya berfikir jadi guru juga itu sesuatu yang menyenangkan.

Ilustrasi: islamidia.com